Kamis, 08 Februari 2024

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari error untuk semua pengamatan setiap variabel bebas pada model regresi. Heteroskedastisitas merupakan kebalikan dari homoskedastisitas, dimana asumsi tersebut biasanya harus terpenuhi dalam analisis regresi ataupun analisis time series. Heteroskedastisitas menyebabkan efek serius terhadap estimasi OLS (ordinary least square). Meski estimasi tetap unbiased, namun selang kepercayaan dan tes hipotesis tak dapat lagi dipercaya (unreliable)[1].

Pada analisis regresi, heteroskedastisitas dapat didefinisikan sebagai penyebaran nilai error/residual diantara nilai estimasi. Untuk memenuhi asumsi homoskedastisitas (salah satu asumsi dalam analisis regresi linear dengan OLS), varian dari error harus selalu konstan. Untuk mengidentifikasi keberadaan heteroskedastisitas, kita dapat melakukan pengecekan dengan melihat residual plot, yaitu dengan membuat plot antara nilai residual model dengan nilai estimasi variabel Y.

Dalam model regresi sederhana (dengan 1 (satu) variabel X), kita bisa melihat apakah kondisi heteroskedastisitas terjadi. Gambar 1 menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengalami heteroskedastisitas (homoskedastisitas). Terlihat dari sebaran nilai error yang konstan atau tetap pada semua nilai amatan. 

heteroskedastisitas
Gambar 1. Contoh kondisi homoskedastisitas

Sebaliknya, gambar 2 menunjukkan indikasi heteroskedastisitas pada model. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan sebaran error atau varians error yang semakin membesar (semakin menyebar) seiring peningkatan nilai variabel X. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi, dimana sebaran error semakin membesar seiring semakin kecilnya nilai X, seperti yang terjadi pada Gambar 3. Salah satu penyebab heteroskedastisitas adalah besarnya range atau selisih antara nilai amatan.

Gambar 2. Contoh kondisi heteroskedastisitas

Gambar 3. Contoh kondisi heteroskedastisitas

Jika memiliki kecurigaan bahwa varians dari error dalam model yang kita miliki tidak homogen, maka dapat dilakukan uji statistik untuk mengidentifikasi keberadaan heteroskedastisitas. Beberapa uji statistik telah dikembangkan, dan kita akan mencoba menggunakannya dengan Aplikasi R. Uji heteroskedastisitas umumnya memiliki hipotesis sebagai berikut:

        H0    : varians dari error homoskedastik
        Ha    : varians dari error heteroskedastik

Breusch-Pagan Test

Uji ini dikembangkan oleh Breusch dan Pagan pada tahun 1979, lalu dikembangkan lagi oleh Koenker pada tahun 1981. Sehingga uji ini sering juga disebut sebagai Breusch-Pagan dan Koenker test. Pada R-Programming, kita dapat melakukan uji Breusch-Pagan dengan terlebih dahulu menginstall library olsrr.

Sebelum membentuk model dan melakukan uji heteroskedastisitas, terlebih dahulu lakukan instalasi library olsrr pada aplikasi R-Programming anda. Cara melakukan instalasi library.

>install.package(olsrr)
>library(olsrr)

Sintaks yang akan kita gunakan adalah sebagai berikut.

>model <-lm(mpg ~ disp + hp + wt + drat, data = mtcars)
>ols_test_breusch_pagan(model, rhs = TRUE)

Data yang kita gunakan merupakan data yang telah tersedia dalam R Programming, yaitu data mtcars. Jika ingin mengganti dengan data milik kita, maka kita tinggal mengganti data tersebut dengan data milik kita. Setelah kita membentuk model dan melakukan Uji Heteroskedastisitas dengan BP Test. Maka akan muncul hasil seperti berikut.

 Breusch Pagan Test for Heteroskedasticity
 -----------------------------------------
 Ho: the variance is constant            
 Ha: the variance is not constant        

           Data            
 --------------------------
 Response : mpg 
 Variables: disp hp wt drat 

        Test Summary         
 ----------------------------
 DF            =    4 
 Chi2          =    1.513808 
 Prob > Chi2   =    0.8241927 

Hasil uji menunjukkan bahwa p-value yang dihasilkan adalah sebesar 0,824. Oleh karena itu, berdasarkan hipotesis yang ada dalam uji, tak terdapat cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga, berdasarkan uji tersebut, model yang kita miliki memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak ada heteroskedastisitas).

Contoh dengan data yang memiliki permasalahan heteroskedastisitas.

Contoh berikutnya adalah menggunakan data trees yang juga telah tersedia dalam R-Programming. 

>model<-lm(Volume~Height, data = trees)
>ols_test_breusch_pagan(model)

Akan menghasilkan output sebagai berikut:

 Breusch Pagan Test for Heteroskedasticity
 -----------------------------------------
 Ho: the variance is constant            
 Ha: the variance is not constant        

               Data                
 ----------------------------------
 Response : Volume 
 Variables: fitted values of Volume 

         Test Summary          
 ------------------------------
 DF            =    1 
 Chi2          =    7.490146 
 Prob > Chi2   =    0.006203754 

Berdasarkan hasil p-value yang signifikan (<0,05) dapat kita simpulkan bahwa kita menolak hipotesis nol dan menyimpulkan bahwa model tersebut memiliki permasalahan heteroskedastisitas.

Jumat, 02 Februari 2024

Idealnya setiap negara memiliki lembaga yang bertanggung jawab terhadap. Selain itu, lembaga statistik tersebut sebaiknya berstatus sebagai lembaga yang independen dan bebas dari intervensi pemerintah. Independensi lembaga statistik membuat lembaga statistik tersebut dapat menghasilkan data statistik yang objektif. Lembaga-lembaga tersebut menghasilkan data statistik dengan berbagai cara. Setidaknya, ada 3 cara lembaga statistik mendapatkan data. Cara yang paling lazim adalah survei, sensus, dan pengumpulan data registrasi.

Badan Pusat Statistik sebagai lembaga statistik di Indonesia diamanatkan oleh undang-undang untuk melakukan sensus. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan BPS untuk melaksanakan 3 sensus, yakni Sensus Penduduk, Sensus Pertanian, dan Sensus Ekonomi. Pelaksanaan sensus tersebut dilakukan untuk menyediakan data yang lengkap untuk keperluan perencanaan dan evaluasi pembangunan.



Sensus atau cacah jiwa adalah prosedur sistematis yang digunakan untuk mendapatkan, merekam, dan menghitung informasi deskriptif untuk suatu populasi. Pengumpulan data dengan cara sensus biasanya dilakukan untuk beberapa indikator/informasi yang penting saja. Sensus dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi dari semua elemen dalam populasi.

Sensus Penduduk

Seluruh Sensus di Indonesia dilaksanakan setiap sepuluh tahun. Sensus Penduduk di Indonesia dilakukan pada tahun yang berakhiran 0. Terakhir kali Sensus Penduduk dilaksanakan pada tahun 2020 lalu. Meski sedang dilanda pandemi Covid-19, BPS tetap melaksanakan Sensus Penduduk, yang untuk pertama kalinya menggunakan metode kombinasi yaitu dengan menggunakan data administrasi kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri sebagai basis data. Langkah ini merupakan sebuah upaya dari BPS untuk menuju Satu Data Kependudukan Indonesia, yang selama ini selalu berbeda antar instansi. 

Logo Sensus Penduduk 2020

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, penduduk Indonesia per 30 September 2020 berjumlah 270.203.917 jiwa. Sensus Penduduk 2020 juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, sedangkan sekitar seperlima penduduk Indonesia tinggal di Pulau Sumatera. Hasil lengkap Sensus Penduduk 2020 dapat dilihat langsung melalui link ini.

Sensus Pertanian

Sensus Pertanian dilaksanakan pada tahun yang berakhiran 3. Sensus ini cukup penting bagi Indonesia, apalagi bangsa ini dikenal sebagai negara agraria. BPS baru saja melaksanakan Sensus Pertanian pada tahun 2023 lalu. Hasilnya, terdapat 28.419.398 rumah tangga usaha pertanian. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan Sensus Pertanian 2013. 

Logo Sensus Pertanian 2023

Sensus Ekonomi

Setelah Sensus Penduduk dan Sensus Pertanian, sensus yang selanjutnya adalah Sensus Ekonomi. Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan yang berada dalam batas-batas wilayah suatu negara. Seluruh informasi yang dikumpulkan bermanfaat untuk mengetahui gambaran tentang performa dan struktur ekonomi suatu negara baik menurut wilayah, lapangan usaha, maupun skala usaha.

Sensus Ekonomi terakhir kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2016. Pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016 dilaksanakan pada bulan Mei 2016. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016, sektor perdagangan (G) menjadi sektor dengan usaha/perusahaan paling banyak di Indonesia. Lebih dari setengah usaha/perusahaan ekonomi terletak di Pulau Jawa. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih cenderung Jawa-sentris. 

Kamis, 01 Februari 2024

Duaribu dua puluh empat. Akan menjadi tahun yang cukup bersejarah. Tak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi sebagian besar penduduk di dunia. Tujuh dari 10 negara dengan penduduk terbesar di dunia akan melaksanakan pemilihan umum. Sebuah tahun yang akan menentukan masa depan dunia, setidaknya 5 tahun kedepan.


Pemilu Amerika Serikat tentu menjadi pusat perhatian. Sebagai negara adidaya, pergantian pucuk kepemimpinan selalu menjadi perhatian dunia. Joe Biden akan berusaha mempertahankan jabatannya. Kemungkinan besar, Biden akan kembali menghadapi Donald Trump. Sama seperti pada tahun 2020 lalu.

Selain Amerika Serikat, India juga akan menghadapi pesta demokrasi di negaranya. Dan tentu saja Indonesia juga akan menghelat pesta rakyat. Bagi Indonesia, setidaknya bangsa ini akan memiliki presiden baru setelah Jokowi tak bisa lagi maju dalam kontestasi Pilpres. Meski ada narasi keberlanjutan dan perubahan, tapi akan ada wajah baru yang akan mengisi dinding kelas-kelas di sekolah seluruh Indonesia. 

Tahun politik biasanya menjadi tahun yang sangat menjengkelkan. Situasi itu sudah mulai terasa dengan gejolak politik yang ada. Pemakzulan Jokowi sempat juga sempat menyeruak kepermukaan. Situasi yang terjadi di Mahkama Konstitusi disinyalir menjadi pemicu isu ini. Banyak pihak yang tidak senang dengan perubahan peraturan batas umur Capres-Cawapres. Para pengamat menilai bahwa perubahan ini dilakukan hanya untuk memuluskan langkah Jokowi melanjutkan kekuasaannya melalui pencalonan putra sulung Jokowi. 

Tak hanya isu pemakzulan, isu hilirisasi tiba-tiba menjadi topik percakapan yang cukup hangat dikalangan masyarakat. Kebijakan hilirisasi di era Jokowi dinilai tak tepat sasaran dan merugikan masyarakat setempat serta membawa dampak buruk kepada lingkungan. Investasi hilirisasi di Indonesia dinilai sangat ugal-ugalan dan juga tak memerhatikan keselamatan para pekerja. Isu pekerja asing di smelter juga membuat kebijakan hilirisasi dipertanyakan oleh sebagian orang. 

Namun, kita sebagai rakyat biasa sebaiknya menyikapi Pemilu ini sebagai hal yang santai dan tak terlalu dibawa kedalam hati. Tahun 2019 seharusnya sudah cukup memberikan pelajaran bagi bangsa ini untuk tak terlalu larut dalam pertarungan Pilpres. Jokowi yang memenangkan pertarungan melawan Prabowo pada akhirnya merangkul pihak Prabowo untuk masuk ke dalam pemerintahan. Tentu banyak yang kecewa. Bahkan tak sedikit yang menyebutkan Prabowo sebagai pengkhianat perjuangan perubahan yang digaungkan pada 2019. 

Rakyat biasa seharusnya menyadari, siapapun yang terpilih menjadi Presiden Indonesia, kita sebagai rakyat biasa harus tetap bekerja dan mencari rezeki kehidupan. Selain itu, kita harus meyakini bahwa yang maju dalam kontestasi Pilpres kali ini adalah Putra-Putra terbaik bangsa. Seluruh kontestan pasti ingin melakukan yang terbaik bagi Indonesia. Saya yakin, tak ada satupun pasangan Capres-Cawapres yang berniat buruk terhadap bangsa ini.

Oleh karena itu, Pemilu tahun 2024 harus dipenuhi dengan rasa bahagi dan penuh ucapan syukur. Setelah Pilpres, seluruh elemen bangsa Indonesia harus kembali bersatu untuk merajut mimpi besar yang dimiliki oleh para pendiri bangsa ini. Konflik Pemilu tak seharusnya berlarut-larut dan menimbulkan dendam menahun. Rekonsiliasi dan kolaborasi adalah dua hal yang dibutuhkan negara ini  untuk melewati tantangan global yang saat ini sedang melanda dunia. 

Rabu, 03 Januari 2024

Bonus demografi penduduk Indonesia sudah ada didepan mata. Ini adalah kesempatan emas bagi Bangsa Indonesia untuk keluar dari middle income trap. Seluruh elemen negeri harus berkolaborasi untuk mengalahkan musuh bersama, yakni ketertinggalan dan penduduk yang menua. Indonesia Emas 2045 tak boleh hanya sekedar slogan, tetapi harus bisa terlaksana dan menghantarkan Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur. 


Lambang Badan Pusat Statistik


Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak nomor 4 di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Badan Pusat Statistik (BPS) selaku instansi yang menyediakan statistik dasar mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 275 juta jiwa[1]. Selain itu, Indonesia juga menjadi negara Asia Tenggara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) paling besar, dan nomor 16 di dunia[2]. Indonesia juga diyakini akan mengalami bonus demografi, dimana proporsi penduduk usia produktif (15 - 64 tahun) akan lebih besar dibanding penduduk usia tidak produktif.

Situasi ini menjadi pedang bermata dua bagi Indonesia. Jika pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia tidak mencapai tingkat yang diinginkan, maka Indonesia akan menanggung beban penduduk tidak produktif untuk waktu yang lama serta dapat terjebak dalam perangkap pendapatan menengah (middle income trap). Pemerintah perlu memaksimalkan kesempatan ini untuk menaikkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan menjadi negara maju. Diperlukan cetak biru dan perencanaan pembangunan ekonomi, sumber daya manusia, dan infrastruktur yang baik untuk mencapai target tersebut. 

Perencanaan pembangunan nasional memerlukan data dan statistik yang valid dan reliable. Badan Pusat Statistik menjadi instansi yang bertanggung jawab untuk menyediakan data dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan nasional. Data yang dihasilkan oleh BPS harus dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diandalkan dalam penyusunan perencanaan pembangunan nasional. Data yang valid dan dapat diandalkan sangat penting bagi pengelolaan urusan demokrasi masyarakat yang bertujuan mencapai kesejahteraan dan kemakmuran secara umum[3]. Oleh karena itu, BPS memiliki peran krusial dalam menuju Indonesia Emas. 

Badan Pusat Statistik sebagai National Statistic Office (NSO) tak hanya menyediakan data untuk perencanaan pembangunan, namun data yang dihasilkan oleh BPS juga menjadi bahan evaluasi keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu menyediakan dasar hukum dan dukungan yang cukup. Hal ini dimaksudkan agar BPS mampu menghasilkan data yang valid dengan metodologi terbaik dan tanpa intervensi dari pihak manapun. Pemerintah harus mampu menyediakan aturan sehingga setiap responden BPS, baik itu individu, rumah tangga, perusahaan, ataupun organisasi memberikan informasi yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya.

Tantangan BPS tak hanya penyediaan data yang valid dan reliable, namun isu perlindungan data pribadi juga harus menjadi perhatian dari BPS. Era digitalisasi yang berkembang begitu cepat membuat informasi seseorang menjadi hal yang begitu berharga. Situasi ini juga membuat penyalahgunaan data pribadi sering terjadi. Sebagai instansi/lembaga yang mengumpulkan data individu, termasuk penghasilan dan pengeluaran seseorang, BPS harus mampu menjamin data yang dikumpulkan tak dapat diakses pihak lain dan hanya digunakan untuk kepentingan penyusunan data statistik pembangunan nasional.

Kerahasiaan informasi responden (baik individu, perusahaan, atau organisasi) BPS memang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik pada Pasal 21. Undang-undang tersebut juga menjadi landasan bagi BPS untuk melakukan pengumpulan data statistik dan pembangunan Sistem Statistik Nasional (SSN). Namun, beberapa pihak menganggap undang-undang tersebut sudah perlu direvisi. Apalagi, dunia statistik mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak 1997. Revisi undang-undang tersebut diperlukan agar BPS dapat bekerja secara adaptif ditengah perubahan ekosistem data yang dinamis.  

Selain penguatan landasan hukum, BPS juga perlu terus melakukan transformasi didalam internalnya sendiri. Perkembangan dunia statistik yang sangat cepat menuntut BPS menyediakan data statistik yang lebih akurat dan tepat waktu. BPS juga perlu melakukan pengembangan metode sampling yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Tantangan-tantangan tersebut membuat BPS mengemban tugas yang cukup berat. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat harus memastikan BPS tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Setiap data statistik yang dihasilkan oleh BPS tak boleh diintervensi oleh pihak manapun, baik itu dari internal maupun eksternal BPS. Independensi ini juga dibutuhkan oleh BPS untuk menjaga marwah BPS dan Indonesia dimata dunia internasional. NSO yang independen merupakan salah satu ciri negara demokrasi yang sehat.

Pada akhirnya, BPS harus mengambil posisi sebagai NSO yang independen dan dapat diandalkan dalam pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045. Segala program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah harus berlandaskan data statistik. Efisiensi pembangunan dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan dan melepaskan bangsa ini dari middle income trap. BPS memiliki peran krusial untuk mengantarkan Indonesia menuju masa keemasan pada tahun 2045. 

Referensi
[1]Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020. BPS. diakses tanggal 1 Januari 2024
[2]GDP by Country. World Meters. diakses tanggal 1 Januari 2024
[3]Statistics as instruments for prosperous, transparent and democratic societies. Malaguerra, 2016


Jumat, 29 Desember 2023

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) adalah menghapuskan kemiskinan ekstrem. Tak hanya itu, pengentasan kemiskinan juga selalu masuk dalam Program Prioritas Nasional. Langkah-langkah strategis juga dilaksanakan, baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Namun, langkah-langkah ini belum cukup untuk menghilangkan kemiskinan di Indonesia. Rilis terbaru dari Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa persentase penduduk miskin Indonesia pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen.

Semenjak zaman reformasi, kebijakan pembangunan tak lagi hanya berpusat di pemerintah pusat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk menentukan arah pembangunan dari daerahnya masing-masing. Semangat otonomi dimaksudkan untuk menuju kemandirian fiskal daerah. Hal ini dilakukan dengan menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memaksimalkan potensi daerah masing-masing.

Kenyataan tak seindah undang-undang. Meskipun sudah diberikan wewenang untuk menentukan arah pembangunan dari daerahnya masing-masing, namun kota-kota ini masih belum mampu mengentaskan kemiskinan di daerahnya. Berikut kota-kota (yang dipimpin oleh Wali kota) di Indonesia dengan persentase penduduk miskin paling tinggi.

  1. Kota Tual, Maluku

    Kota yang terbentuk sejak tahun 2007 ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 93 ribu jiwa [1]. BPS menyebutkan bahwa 1 dari 5 penduduk di Kota Tual hidup dibawah garis kemiskinan. Rilis BPS menyatakan bahwa angka kemiskinan di Kota Tual pada tahun 2022 berada pada angka 20,56 persen, dan angka tersebut meningkat menjadi 20,68 persen pada tahun 2023.

  2. Kota Subulussalam, Aceh

    Kota yang berbatasan dengan dengan Sumatera Utara ini menjadi kota dengan persentase penduduk miskin terbesar di Pulau Sumatera. Baru berdiri tahun 2007, Kota Subulussalam memiliki jumlah penduduk sebanyak 90 ribu jiwa [2] dan luas wilayah sebesar 1.391 kilometer persegi. Berdasarkan rilis terakhir dilakukan oleh BPS, sebanyak 13,8 ribu penduduk Kota Subulussalam masih hidup dibawah garis kemiskinan [3], atau sebesar 16,41 persen. Angka kemiskinan tersebut turun jika dibandingkan tahun 2022 yang mencapai angka 16,94 persen. 

  3. Kota Bengkulu, Bengkulu

    Kota Bengkulu menjadi ibukota provinsi yang paling miskin di Indonesia. Sebuah kenyataan yang cukup menyedihkan, mengingat Kota Bengkulu sudah berdiri sejak 1719. Kota yang memiliki luas 152 km persegi ini memiliki persentase penduduk miskin sebesar 15,73 persen pada 2022, dan turun menjadi 14,71 persen pada tahun 2023. Kota dengan julukan Bumi Raflesia ini membutuhkan upaya yang serius untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Apalagi, Pemerintah Kota Bengkulu mendapatkan APBD sebesar 1,3 triliun pada tahun 2023 ini. Dengan wilayah yang kecil, serta penduduk yang tidak mencapai setengah juta orang, pengentasan kemiskinan seharusnya tidak menjadi hal yang mustahil bagi Kota Bengkulu.

  4. Kota Sorong, Papua Barat Daya

    Kota Sorong menjadi ibukota provinsi kedua yang masuk dalam daftar ini. Kota Sorong memiliki 14,41 persen penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan pada tahun 2023. Angka tersebut menurun jika dibandingkan pada tahun 2022, dimana angka penduduk miskin di Kota Sorong berada pada 14,96 persen. Tingginya persentase penduduk miskin di Kota Sorong menjadi sedikit tanda tanya, mengingat Kota Sorong memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang cukup tinggi, yaitu sebesar 79,65. IPM Kota Sorong lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kota Jayapura yang hanya berada pada angka 73,50 [4].

  5. Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara

    Kota Gunungsitoli merupakan kota termuda dan terbesar yang terletak di Kepulauan Nias. Kota Gunungsitoli berdiri tahun 2008 dan memiliki luas sebesar 470 km persegi. Dengan penduduk berjumlah 137 ribu jiwa [5], kota yang pernah diguncang gempa tahun 2005 ini memiliki persentase penduduk miskin sebesar 14,78 persen pada tahun 2023. Angka ini menurun tipis dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2022, yakni 14,81 persen. 

Sumber data:

[2]Jumlah Penduduk Kota Subulussalam. Sumber: BPS Kota Subulussalam diakses tanggal 28 Desember 2023.
[3]Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten Kota. Sumber: BPS RI diakses tanggal 28 Desember 2023.
[4]Jumlah Penduduk Kota Sorong. Sumber: BPS Kota Sorong diakses tanggal 28 Desember 2023.
[5]Jumlah Penduduk Kab/Kot Sumatera Utara. Sumber: sumut.bps.go.id diakses tanggal 29 Desember 2023.

Minggu, 12 November 2023

Kepemimpinan Indonesia akan segera berganti. Kita akan menjalankan amanat konstitusi pada tahun 2024 yang akan mendatang. Jokowi tak dapat lagi mengajukan diri sebagai Presiden, mau tak mau harus dicari pengganti baru yang akan menjalankan roda pemerintahan, setidaknya 5 tahun kedepan.

Pendaftaran Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden telah berakhir. Pasangan Anies Baswedan-Cak Imin terlebih dahulu mendaftarkan diri ke KPU, disusul pasangan Ganjar-Mahfud, dan Prabowo-Gibran menjadi pasangan terakhir yang mendaftarkan diri.

Beberapa minggu terakhir, banyak kontroversi yang menyertai pencalonan ketiga pasang kontestan Pilpres 2024. Terlebih untuk pasangan Prabowo-Gibran yang baru dipastikan bisa mendaftar setelah Keputusan Mahkama Konstitusi mengabulkan judicial review terkait syarat Capres-Cawapres usia minimal 40 tahun. Putusan MK menyatakan bahwa syarat Capres-Cawapres tetap minimal 40 tahun atau pernah terpilih oleh rakyat, baik pada legislatif maupun eksekutif.

Perdebatan di masyarakat muncul. Terlebih putusan MK kali ini dicurigai memiliki konflik kepentingan. Hal ini dikarenakan Ketua MK saat putusan tersebut adalah Paman dari Gibran Rakabuming Raka. Isu nepotisme mencuat ke publik, dimana putusan MK diduga telah di setting untuk memuluskan langkah sang ponakan masuk ke dalam pertarungan Pilpres.

Tak lama setelah itu, Majelis Kehormatan Mahkama Konstitusi (MK MK) mengadakan sidang etik dan memberhentikan Anwar Usman, Ketua MK, dari jabatannya sebagai Ketua MK dan dilarang ikut dalam sidang MK terkait konflik Pilpres, Pileg, dan Pilkada 2024. Namun, sepertinya publik belum cukup puas terhadap keputusan MK MK. Beberapa pihak masih mempertanyakan validitas putusan MK terkait batas usia minimal Capres-Cawapres. Publik menganggap bahwa putusan MK harusnya dianulir dan Gibran seharusnya tak masuk kedalam kontestasi Pilpres 2024.

Masuknya Gibran kedalam kontestasi Pilpres 2024 kembali menyeruakkan opini 'Politik Dinasti'. Beberapa pihak menganggap bahwa majunya Gibran terlalu dipaksakan dan dianggap mengkhianati konstitusi. Tak hanya itu, publik juga menilai bahwa majunya Gibran akan membuat aparat dan alat-alat negara tidak netral dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Selain itu, majunya Gibran juga dianggap sebagai cara Jokowi untuk tetap berada dalam lingkaran kekuasaan, setelah Jokowi lengser dari Istana.

Isu 'Politik Dinasti' cukup hangat dalam beberapa waktu belakangan ini. Bahkan, beberapa lembaga survei menanyakan opini publik terkait politik dinasti. Hasilnya, sekitar 43 persen merasa isu politik dinasti tidak mengkhawatirkan, dan 39 persen merasa isu politik mengkhawatirkan. Bahkan lebih dari setengah responden menyatakan bahwa Politik Dinasti tak menjadi masalah selama masih melalui proses Pemilu secara langsung oleh rakyat. (sumber survei)

Dinamika politik beberapa tahun terakhir, seharusnya sudah dapat memberikan pelajaran bagi seluruh masyarakat Indonesia. Para elit politisi akan selalu berteman dan bergandengan tangan pada waktunya. Tak ada konflik berkepanjangan antar politisi ini. Jangan sampai masyarakat akar rumput terpecah belah. Isu-isu politik dinasti tentu membelah opini publik. Ada yang setuju, ada yang sangat tidak setuju. Jadi, suarakan saja seperlunya. Jangan sampai politik memecahbelah pertemanan dan persaudaraan kita. 

Minggu, 05 November 2023

Konflik antara Israel dan Palestina telah menjadi salah satu isu yang paling rumit dan terus berkelanjutan dalam sejarah geopolitik modern. Pertikaian ini memunculkan banyak pertanyaan yang mendalam tentang hak asasi manusia, politik, agama, dan kemanusiaan. Melibatkan sejumlah perang, serangan, dan upaya perdamaian yang panjang, pertentangan ini mempengaruhi kehidupan jutaan orang di wilayah tersebut dan mewarnai sejarah politik Timur Tengah pada abad ke-20 dan ke-21. Untuk memahami permasalahan ini secara menyeluruh, penting bagi kita untuk melihat lebih dekat sejarah, akar permasalahan, serta upaya perdamaian yang telah dilakukan sejauh ini.

Sejarah dan Akar Masalah

Konflik antara Israel dan Palestina tidak dapat dipahami tanpa menyelami sejarah panjang yang mencakup berbagai aspek politik, agama, dan sosial di kawasan tersebut. Akar konflik ini dapat ditelusuri kembali ke abad ke-19 ketika wilayah Palestina masih berada di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah. Pada saat itu, gerakan Zionisme di Eropa mulai tumbuh, dengan tujuan mendirikan sebuah negara bagi orang Yahudi di tanah suci Palestina. Ini menciptakan ketegangan antara penduduk asli Palestina yang mayoritas Muslim dan pendatang Yahudi.

Deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris memberikan dukungan bagi pendirian "tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi" di Palestina, yang semakin memperdalam ketegangan antara komunitas Yahudi dan Arab. Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara terpisah, satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab Palestina. Namun, rencana ini ditolak oleh negara-negara Arab, yang pada gilirannya memicu Perang Arab-Israel pada tahun 1948. Perang ini menghasilkan pembentukan negara Israel dan juga memicu pengungsi Palestina yang melarikan diri ke negara-negara tetangga.

Pada tahun 1967, terjadi Perang Enam Hari yang membawa perubahan penting dalam konflik ini. Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan, dan Semenanjung Sinai dalam perang ini. Tepi Barat dan Jalur Gaza menjadi pusat perhatian utama dalam perdebatan Israel-Palestina selama beberapa dekade berikutnya. Konflik tanah, pemukiman Israel di wilayah Palestina, dan status Yerusalem Timur menjadi pemicu ketegangan yang terus berlanjut.

Perjuangan dan Pengorbanan

Konflik ini telah menyebabkan penderitaan yang besar bagi kedua belah pihak. Ratusan ribu orang Palestina kehilangan tanah dan rumah mereka karena perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat, sementara masyarakat Israel mengalami serangan roket dan serangan terorisme yang menakutkan. Di samping itu, banyak warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, menjadi korban dari kekerasan yang terjadi di kawasan tersebut. Sementara itu, jutaan orang Palestina terpaksa hidup sebagai pengungsi di negara-negara tetangga mereka, sementara orang-orang Israel terus hidup dalam ketegangan yang menekan dan tak menentu.

Dari sudut pandang ekonomi, konflik ini juga memiliki dampak yang signifikan. Infrastruktur di wilayah Palestina sering kali rusak akibat serangan, sementara akses terhadap sumber daya ekonomi yang penting, seperti air, tanah, dan sumber daya alam lainnya, sering kali dibatasi atau dikontrol oleh pihak Israel. Sementara itu, masyarakat Israel juga terdampak secara ekonomi karena harus mengeluarkan dana yang besar untuk keamanan dan pertahanan, sambil juga mengalami isolasi ekonomi dan politik dari banyak negara Arab dan Muslim di kawasan tersebut.

Upaya Perdamaian

Meskipun tantangan yang ada, telah ada upaya yang berkelanjutan dari berbagai pihak untuk mencapai perdamaian di antara kedua belah pihak. Salah satu upaya perdamaian paling signifikan adalah Perjanjian Oslo pada tahun 1993, yang ditandatangani antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Perjanjian ini diharapkan dapat membawa stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut, dengan pembentukan Otoritas Palestina yang memegang kendali sebagian wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, perkembangan selanjutnya tidak berjalan mulus, dengan serangkaian serangan dan aksi kekerasan yang terus berlanjut, yang pada gilirannya membuat proses perdamaian ini terhenti.

Selain Perjanjian Oslo, berbagai inisiatif internasional juga telah dilakukan, termasuk campur tangan Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Uni Eropa. Namun, kepentingan yang saling bertentangan, perbedaan ideologi, serta ketegangan politik di antara pihak-pihak terlibat telah membuat upaya-upaya ini sulit untuk menghasilkan kesepakatan yang substansial. Beberapa negara Arab dan Muslim juga terus mendorong dukungan terhadap Palestina dalam forum internasional, menekankan pentingnya menegakkan hak-hak Palestina dan menghentikan ekspansi pemukiman Israel di wilayah Tepi Barat.

Pandangan dan Isu Kontemporer

Konteks kontemporer dari konflik Israel-Palestina telah melibatkan berbagai isu penting, termasuk perluasan pemukiman Israel, status Yerusalem, dan status pengungsi Palestina. Pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur terus menjadi sumber ketegangan yang meningkat antara kedua belah pihak dan komunitas internasional. Pemukiman ini dianggap oleh komunitas internasional sebagai pelanggaran hukum internasional dan sebagai hambatan besar dalam mencapai perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut.

Isu status Yerusalem, sebagai kota suci bagi tiga agama besar (Yudaisme, Kristen, dan Islam), juga menjadi titik kritis dalam konflik ini. Kedua pihak mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota mereka sendiri, yang memicu ketegangan politik dan agama yang serius. Keputusan Amerika Serikat pada tahun 2017 untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah memicu protes dan kecaman di seluruh dunia Arab dan Muslim.

Selain itu, status pengungsi Palestina juga merupakan isu yang sangat kompleks. Jutaan orang Palestina yang menjadi pengungsi di berbagai negara Arab tetangga terus memperjuangkan hak-hak mereka untuk kembali ke tanah air mereka. Namun, sementara itu, hak-hak pengungsi ini sering kali terabaikan dan sulit dipenuhi karena ketegangan politik dan pertentangan antara kedua belah pihak.

Pemahaman dan Masa Depan

Pemahaman yang mendalam tentang perspektif dan kepentingan kedua belah pihak merupakan hal penting dalam mencari solusi yang berkelanjutan atas konflik ini. Meskipun tantangan yang ada, masih ada harapan bahwa dialog terbuka dan konstruktif antara Israel dan Palestina dapat menghasilkan solusi yang bermanfaat dan adil bagi kedua belah pihak. Di samping itu, dukungan yang kuat dari komunitas internasional, terutama dari negara-negara besar dan organisasi internasional, diperlukan untuk memfasilitasi proses perdamaian yang berhasil.

Masa depan konflik Israel-Palestina tetap tidak pasti, tetapi dengan komitmen yang kuat dan kesediaan untuk melakukan kompromi dari kedua belah pihak, perdamaian yang berkelanjutan masih merupakan tujuan yang dapat dicapai. Keterlibatan masyarakat sipil, termasuk kelompok perdamaian, aktivis hak asasi manusia, dan lembaga swadaya masyarakat, juga penting dalam membentuk opini publik dan mendorong kedua pihak untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan menuju perdamaian dan stabilitas jangka panjang.

Kesimpulan

Konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik yang paling rumit dan rumit dalam sejarah politik modern. Melibatkan sejarah panjang, akar masalah yang kompleks, dan upaya perdamaian yang berkelanjutan, konflik ini telah menimbulkan penderitaan yang besar bagi kedua belah pihak. Meskipun tantangan yang ada, masih ada harapan bahwa dengan komitmen yang kuat, kompromi, dan upaya kolaboratif dari semua pihak yang terlibat, perdamaian yang berkelanjutan dapat dicapai di Timur Tengah. Hal ini akan memerlukan upaya yang berkelanjutan dari komunitas internasional, masyarakat sipil, dan pihak-pihak yang terlibat, dengan tujuan akhir untuk mencapai stabilitas politik, keamanan, dan kesejahteraan bagi semua warga di wilayah tersebut.


Rabu, 13 September 2023

Undang-Undang No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik masih menjadi salah satu landasan Badan Pusat Statistik untuk melakukan pengumpulan data dan penyediaan data terhadap perencanaan pembangunan nasional. Beberapa ahli menganggap kekuatan hukum ini sudah kurang relevan terhadap kebutuhan BPS dalam kapasitasnya sebagai penyedia statistik dasar. Hal ini juga diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso, yang meminta agar Forum Masyarakat Statistik (FMS) mengawal BPS agar DPR segera menyelesaikan revisi UU Nomor 16 Tahun 1997.

Data masih menjadi permasalahan mendasar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dalam melaksanakan perencanaan serta evaluasi pembangunan nasional. Sering terdapat perbedaan data antar instansi yang mengakibatkan kebingungan antar instansi. Salah satu yang sering dipermasalahkan adalah perbedaan data antara Kementerian Pertanian dengan Badan Pusat Statistik terkait produksi pada. Perbedaan ini sering menimbulkan kebingungan pada masyarakat serta DPR sebagai badan yang mengawasi kinerja pemerintah.


Permasalahan ini sebenarnya sudah berusaha diperbaiki oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia. Namun, implementasi dari peraturan tersebut belum mampu menjawab tantangan perbedaan data yang ada. Ego sektoral sering muncul sehingga masing-masing kementerian/lembaga melakukan pengumpulan data masing-masing sesuai dengan kepentingan masing-masing kementerian/lembaga.

Setelah hampir 5 tahun berjalan, nyatanya Perpres mengenai Satu Data belum maksimal mengakomodir kebutuhan data pemerintah yang perlu digunakan untuk perencanaan pembangunan dan evaluasi program pembangunan. BPS yang ditunjuk sebagai pembina data dalam Perpres Satu Data belum mampu secara maksimal mengemban perannya. Keterbatasan wewenang dan tanggung jawab membuat BPS tak dapat berbuat banyak dalam melakukan transformasi dalam dunia statistik pemerintahan. 

Selain itu, UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik juga dirasa sudah tak relevan dengan situasi masyarakat saat ini. Undang-undang tersebut sudah dianggap usang dan tak mampu lagi mengakomodir perkembangan teknologi digital yang semakin pesat. Apalagi, masyarakat juga dihadapkan dengan ancaman kebocoran data pribadi. BPS sebagai salah satu lembaga yang mengumpulkan data sensitif dari masyarakat harus mampu melakukan terobosan untuk mengatasi hal tersebut.

Urgensi Revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik

Dewan Perwakilan Rakyat selaku regulator di dalam pemerintahan tengah melakukan pembahasan revisi Undang-undang No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Revisi UU ini merupakan kabar baik bagi dunia perstatistikan di Indonesia, khususnya bagi BPS selaku badan yang bertanggung jawab terhadap penyediaan statistik dasar di Indonesia. Revisi UU tersebut diharapkan mampu mengakomodir perkembangan dunia statistik yang sudah mengarah ke arah digitalisasi dan big data. Anang Kurnia (perwakilan Ikatan Statistisi Indonesia) menganggap bahwa penggunaan big data yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pemerintahan perlu diatur secara formal.

Dalam rapat dengan Komisi X DPR pada tanggal 3 April 2023, Kepala Badan Pusat Statistik mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi statistik nasional dalam penyelenggaraan statistik, seperti tata statistik nasional yang belum terpadu, belum kuatnya kelembagaan statistik, terbatasnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) statistik, lemahnya pengawasan dalam penyelenggaraan statistik, keengganan berbagi pakai data antar lembaga, hingga munculnya sumber data baru (big data). Revisi UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut.

Pada kesempatan yang sama Kepala BPS juga menyarankan pembentukan Dewan Statistik Nasional (DSN) sebagai lembaga yang memberikan rekomendasi serta pengawasan terhadap penyelenggaraan statistik. Selain itu, BPS juga diharapkan mendapat akses/akuisisi data langsung dari sumber data, baik dari sektor swasta dan masyarakat, kementerian lembaga yang diperoleh melalui proses sensus ataupun survei.

Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan statistik nasional memang sudah sangat usang. Bahkan definisi data yang dicakup dalam undang-undang tersebut sudah kurang relevan jika digunakan pada masa saat ini. Selain itu, terlalu besarnya ego sektoral dari masing-masing kementerian dan lembaga membuat situasi semakin sulit. Pemerintah bersama DPR perlu mengatur regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih data.

Pemerintah dan DPR perlu menyiapkan regulasi yang mengatur tentang penyelenggaraan statistik nasional yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tak hanya akurasi data, data statistik yang dikumpulkan oleh BPS dan kementerian lain juga harus bisa dijamin keamanannya. Kebocoran data dan informasi sensitif dari penduduk sering membuat masyarakat khawatir jika ada petugas survei yang melakukan pengumpulan data. Tak jarang, masyarakat yang menjadi responden memberikan informasi yang salah terkait yang ditanyakan. 

Pada akhirnya, perencanaan pembangunan nasional yang baik tak dapat terwujud tanpa adanya data statistik yang akurat dan up to date. Untuk itu pemerintah melalui BPS harus mampu mewujudkan hal tersebut dengan menjawab tantangan-tantangan yang sudah ada saat ini. DPR juga harus secepat mungkin mewujudkan revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik, agar penyelenggaraan statistik nasional dapat dilaksanakan dengan baik. 

Selasa, 12 September 2023

Tutorial regresi linear berganda menggunakan Aplikasi SPSS. Analisis data saat ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Berkembangnya teknologi dan informasi memudahkan semua orang untuk dapat melakukan analisis inferensia yang cukup rumit. Dengan berbagai aplikasi yang telah tersedia, sekarang siapa saja dapat mengolah data untuk menghasilkan analisis yang lebih mendalam.

Analisis regresi linear merupakan salah satu cara yang paling umum untuk melihat pengaruh beberapa variabel bebas (variabel independen) terhadap suatu variabel tak bebas (variabel dependen). Untuk mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai analisis regresi linear, Anda dapat membaca artikel berikut.

Dalam melakukan analisis regresi linear, kita harus menentukan terlebih dahulu variabel bebas dan variabel tidak bebasnya. Penentuan variabel ini bergantung pada tujuan utama dari analisis data yang dilakukan. Jika kita telah menentukan variabel dependen dan variabel independen, maka hal selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah menyusun data kita. Tujuan penyusunan data ini agar data yang kita analisis bisa diproses dengan lebih mudah oleh aplikasi SPSS. Penyusunan data ini dapat dilakukan pada aplikasi Microsoft Excel atau langsung pada aplikasi SPSS. Anda dapat menyusun data yang akan dianalisis seperti berikut. Contoh data dapat didownload pada link ini.


Setelah melakukan penyiapan data, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis regresi menggunakan SPSS. Tutorial analisis regresi linear berganda kali menggunakan aplikasi SPSS versi 27. Ketika data yang akan diolah sudah disiapkan, maka langkah selanjutnya adalah membuka aplikasi SPSS. Pada saat membuka aplikasi SPSS, akan muncul tampilan sebagai berikut:


Import Data

  1. Pilih Close agar. Lalu pilih File >> Import Data >> kemudian pilih format file yang akan digunakan. Pada tutorial kali ini, data yang akan diimport adalah file Excel yang telah kita siapkan. 


  2. Akan muncul jendela untuk memilih file yang akan diolah seperti jendela berikut. Lalu pilih data yang sudah disiapkan. Selanjutnya, data tersebut akan masuk ke dalam Aplikasi SPSS.


  3. Setelah melakukan Import Data. Maka hal selanjutnya yang kita lakukan adalah memastikan tipe data (Type) yang akan kita analisis berjenis Numeric. Untuk memastikan hal tersebut, silahkan pilih Variable View yang ada disamping Data View pada pojok kiri bawah ada di layar.




  4. Untuk melakukan analisis regresi, selanjutnya kita memilih Menu Analyze >> Regression >> Linear.



  5. Selanjutnya akan muncul Windows baru yang berjudul Linear Regression. Pada menu ini, kita akan memasukkan variabel yang akan menjadi variabel dependent dan variabel independent. Pada tutorial ini, kita akan menggunakan variabel jumlah_pengendara sebagai variabel dependen dan variabel harga_per_minggu, populasi_kota, rata_rata_pendapatan, dan tarif_parkir sebagai variabel independen.



  6. Untuk penentuan metode, pada tutorial kali ini kita akan menggunakan Method: Enter. Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam menentukan model regresi terbaik. Terdapat beberapa metode dalam penentuan yang disediakan oleh aplikasi SPSS, antara lain: Enter, Stepwise, Remove, Backward, dan Forward. Hal ini akan dibahas pada kesempatan lain. Setelah, memasukkan variabel dependen dan variabel independen, lalu klik OK.

  7. Akan muncul Output pada jendela baru seperti berikut.



  8. Pada hasil Output yang dihasilkan oleh SPSS antara lain uji ANOVA atau signifikansi variabel independen terhadap variabel independen secara bersama-sama, Model Summary yang menampilkan nilai R, R Square, Adjusted R Square (nilai ini yang sering digunakan dalam analisis lebih lanjut), dan Std. Error of the Estimate

    Output berikutnya adalah tabel Coefficients yang menampilkan model regresi linear berganda yang dihasilkan. Selain itu, terdapat juga uji signifikansi masing-masing variabel (Uji t). Pada tabel Coefficients kita dapat melihat signifikansi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Langkah-langkah analisis regresi linear berganda dengan aplikasi SPSS sangat mudah dilakukan. Aplikasi memang memudahkan penggunanya untuk melakukan analisis statistik terhadap data yang dimiliki oleh pengguna. Oleh sebab itu, tutorial ini cukup mudah untuk diikuti dan dipraktekkan, terutama bagi orang-orang yang tidak terlalu mengerti dunia statistik. 

Senin, 04 September 2023

Kemiskinan masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh bangsa ini. Setelah 78 tahun merdeka, masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Tak dipungkiri, pertumbuhan ekonomi memang mengantarkan Indonesia menjadi negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar nomor 7 di dunia. Namun, pembagian kue ekonomi yang tidak merata membuat ketimpangan ekonomi masih tinggi, dan masih menyisakan kemiskinan dimasyarakat. 

Pengentasan kemiskinan selalu menjadi prioritas utama dalam setiap periode pemerintahan di Indonesia. Apalagi penghapusan kemiskinan tertuang dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 alinea keempat. Selain itu, penghapusan kemiskinan juga tertuang dalam Sustainable Development Goals yang dibuat oleh Perseriktan Bangsa-Bangsa. Komitmen pemerintahan Indonesia dalam pengentasan kemiskinan juga dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrim. 

Badan Pusat Statistik (BPS) adalah lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pengukuran angka kemiskinan makro. Berdasarkan data yang dirilis BPS, kemiskinan Indonesia pada Maret 2023 berada pada angka 9,36 persen, turun dari angka tahun lalu 9,57 persen. Ini artinya, sekitar 25,8 juta penduduk Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan. Angka kemiskinan ini dihasilkan melalui survei sosial ekonomi nasional (susenas) yang dilaksanakan pada Maret 2023. Berdasarkan survei tersebut, seorang penduduk dikatakan dibawah garis kemiskinan apabila penduduk tersebut memiliki pengeluaran dibawah Rp525.000 per bulannya (atau sekitar Rp17.500 per hari).

Sejatinya, tingkat kemiskinan dibawah 10 persen merupakan sebuah sinyal bagus dalam program pengentasan kemiskinan pemerintah. Terlebih, tingkat kemiskinan Indonesia sempat kembali ke angka 10 persen pada tahun 2021 yang lalu. Kembalinya angka tingkat kemiskinan dibawah 10 persen juga menjadi indikasi bahwa kondisi masyarakat sudah kembali lagi seperti sebelum pandemi. Namun, pengukuran tingkat kemiskinan yang dilakukan oleh BPS telah mendapat kritik dari beberapa kalangan. Garis kemiskinan yang hanya sebesar Rp17.500 per hari per orang dinilai terlalu rendah dan tidak sesuai lagi dengan anjuran Bank Dunia, yakni sebesar Rp42.000 per hari per kapita.



Evaluasi Garis Kemiskinan

Pemerintah juga telah berencana melakukan evaluasi terhadap garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Namun, pemerintah sepertinya akan menunda rencana tersebut, setidaknya hingga pagelaran Pemilu 2024 digelar. Jika garis kemiskinan mengikuti anjuran dari Bank Dunia, tentu tingkat kemiskinan menjadi lebih tinggi daripada yang ada sekarang. Peningkatan tersebut dapat menjadi citra buruk bagi pemerintahan saat ini.

BPS selaku lembaga yang menyediakan statistik dasar tentu lebih memahami tata cara penghitungan garis kemiskinan. Apalagi, BPS selalu mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh PBB dalam menyediakan statistik dasar. Hingga saat ini, BPS merasa bahwa penghitungan kemiskinan yang dilakukan sudah sesuai dengan pedoman dari PBB (dan Bank Dunia), dan sudah disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.

Angka Kemiskinan yang Politis

Angka tingkat kemiskinan juga sering menjadi komoditas politik bagi para politisi untuk mencari panggung. Para politisi (ataupun buzzer) sering memilah-milah data kemiskinan (dan data lainnya) dan menyajikan data tersebut dengan narasi yang menjatuhkan lawan politiknya. Terlebih mendekati tahun politik, praktik pilih-pilih data tersebut akan semakin sering kita lihat diberbagai platform sosial media. 

Hal ini memang tak dapat dihindarkan, apalagi para pendukung politisi ini sangat militan untuk membela para jagoannya. Sehingga, tak jarang mereka melihat data bukan lagi sebagai fakta, namun biasanya data tersebut akan dinarasikan sesuai dengan kepentingan mereka. Kondisi ini tentu tak baik bagi pendidikan statistik bagi masyarakat. Statistik seharusnya disajikan sebagai sebuah fakta, landasan bagi rencana pembangunan, serta indikator evaluasi bagi sebuah program yang sudah berjalan.