Duaribu dua puluh empat. Akan menjadi tahun yang cukup bersejarah. Tak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi sebagian besar penduduk di dunia. Tujuh dari 10 negara dengan penduduk terbesar di dunia akan melaksanakan pemilihan umum. Sebuah tahun yang akan menentukan masa depan dunia, setidaknya 5 tahun kedepan.
Pemilu Amerika Serikat tentu menjadi pusat perhatian. Sebagai negara adidaya, pergantian pucuk kepemimpinan selalu menjadi perhatian dunia. Joe Biden akan berusaha mempertahankan jabatannya. Kemungkinan besar, Biden akan kembali menghadapi Donald Trump. Sama seperti pada tahun 2020 lalu.
Selain Amerika Serikat, India juga akan menghadapi pesta demokrasi di negaranya. Dan tentu saja Indonesia juga akan menghelat pesta rakyat. Bagi Indonesia, setidaknya bangsa ini akan memiliki presiden baru setelah Jokowi tak bisa lagi maju dalam kontestasi Pilpres. Meski ada narasi keberlanjutan dan perubahan, tapi akan ada wajah baru yang akan mengisi dinding kelas-kelas di sekolah seluruh Indonesia.
Tahun politik biasanya menjadi tahun yang sangat menjengkelkan. Situasi itu sudah mulai terasa dengan gejolak politik yang ada. Pemakzulan Jokowi sempat juga sempat menyeruak kepermukaan. Situasi yang terjadi di Mahkama Konstitusi disinyalir menjadi pemicu isu ini. Banyak pihak yang tidak senang dengan perubahan peraturan batas umur Capres-Cawapres. Para pengamat menilai bahwa perubahan ini dilakukan hanya untuk memuluskan langkah Jokowi melanjutkan kekuasaannya melalui pencalonan putra sulung Jokowi.
Tak hanya isu pemakzulan, isu hilirisasi tiba-tiba menjadi topik percakapan yang cukup hangat dikalangan masyarakat. Kebijakan hilirisasi di era Jokowi dinilai tak tepat sasaran dan merugikan masyarakat setempat serta membawa dampak buruk kepada lingkungan. Investasi hilirisasi di Indonesia dinilai sangat ugal-ugalan dan juga tak memerhatikan keselamatan para pekerja. Isu pekerja asing di smelter juga membuat kebijakan hilirisasi dipertanyakan oleh sebagian orang.
Namun, kita sebagai rakyat biasa sebaiknya menyikapi Pemilu ini sebagai hal yang santai dan tak terlalu dibawa kedalam hati. Tahun 2019 seharusnya sudah cukup memberikan pelajaran bagi bangsa ini untuk tak terlalu larut dalam pertarungan Pilpres. Jokowi yang memenangkan pertarungan melawan Prabowo pada akhirnya merangkul pihak Prabowo untuk masuk ke dalam pemerintahan. Tentu banyak yang kecewa. Bahkan tak sedikit yang menyebutkan Prabowo sebagai pengkhianat perjuangan perubahan yang digaungkan pada 2019.
Rakyat biasa seharusnya menyadari, siapapun yang terpilih menjadi Presiden Indonesia, kita sebagai rakyat biasa harus tetap bekerja dan mencari rezeki kehidupan. Selain itu, kita harus meyakini bahwa yang maju dalam kontestasi Pilpres kali ini adalah Putra-Putra terbaik bangsa. Seluruh kontestan pasti ingin melakukan yang terbaik bagi Indonesia. Saya yakin, tak ada satupun pasangan Capres-Cawapres yang berniat buruk terhadap bangsa ini.
Oleh karena itu, Pemilu tahun 2024 harus dipenuhi dengan rasa bahagi dan penuh ucapan syukur. Setelah Pilpres, seluruh elemen bangsa Indonesia harus kembali bersatu untuk merajut mimpi besar yang dimiliki oleh para pendiri bangsa ini. Konflik Pemilu tak seharusnya berlarut-larut dan menimbulkan dendam menahun. Rekonsiliasi dan kolaborasi adalah dua hal yang dibutuhkan negara ini untuk melewati tantangan global yang saat ini sedang melanda dunia.
0 comments:
Posting Komentar