Minggu, 01 September 2024

Peta Tematik adalah peta yang menampilkan informasi atau data yang berkaitan dengan topik tertentu. Peta tematik kerap digunakan untuk melihat pola ataupun keterkaitan suatu data dilihat dari perspektif wilayah. Beberapa data yang dapat ditampilkan dalam peta tematik antara lain populasi/jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, curah hujan, atau variabel lainnya.

Penyajian data harus dapat memberikan informasi yang maksimal kepada audiens. Data dapat disajikan dalam bentuk grafik batang, grafik garis, atau diagram lingkaran. Selain dalam bentuk grafik/diagram, Anda juga dapat menyajikan data dalam bentuk peta tematik, terlebih bila data yang Anda miliki berbentuk cross-section. Beberapa data yang dapat Anda sajikan dalam bentuk tematik, tingkat pengangguran se-Kabupaten/Kota di suatu provinsi, tingkat curah hujan berdasarkan provinsi di Indonesia, jumlah penduduk per-Kabupaten/Kota di suatu provinsi, atau informasi lainnya.

Untuk menyajikan peta tematik, Anda dapat menggunakan beberapa aplikasi seperti QGis, ArcGis, dan GeoDa. Setiap aplikasi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Salah satu kelebihan GeoDa adalah ringan dan cukup mudah digunakan dibandingkan aplikasi sejenis. Selain itu, Aplikasi GeoDa juga memiliki analisis spasial yang lebih khusus dan kuat dibandingkan QGis.

Jika Anda belum memiliki aplikasi GeoDa, maka Anda bisa mengunduh langsung aplikasi tersebut melalui situs resmi GeoDa. Pilih jenis aplikasi yang sesuai dengan Operation System yang Anda miliki. Pemasangan aplikasi GeoDa cukup mudah dan tak memakan banyak waktu karena aplikasi ini tergolong ringan untuk digunakan.

  1. Langkah Pertama: Menyiapkan Peta

    Tentu saja untuk membuat peta tematik, kita harus memiliki wilayah yang ingin kita buat peta tematiknya. Sebagai contoh, jika kita ingin membuat peta tematik jumlah penduduk pada provinsi di seluruh Indonesia, maka kita harus memiliki peta Indonesia yang sudah dibagi berdasarkan provinsi. Umumnya, ekstensi peta yang digunakan untuk membuat peta tematik adalah .shp. Untuk praktik kali ini, kita akan membuat peta tematik Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat. Oleh karena itu, kita akan menggunakan peta Provinsi Kalimantan Barat yang telah dibagi berdasarkan kabupaten/kota.
    Anda dapat mengunduh Peta Kalimantan Barat dengan format SHP disini.

  2. Langkah Kedua: Buka Aplikasi GeoDa
    Tampilan Aplikasi GeoDa
  3. Langkah Ketiga: Masukkan Peta ke Aplikasi GeoDa

    Pilih file yang berekstensi .shp. Pastikan juga seluruh file yang berekstensi selain .shp berada pada folder yang sama.
    Tampilan aplikasi setelah peta di-input

  4. Langkah Keempat: Input Data Pengangguran Data Peta yang saya sertakan sudah termasuk data Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), sehingga kita tidak perlu melakukan merge data.


Rabu, 31 Juli 2024

Jumlah orang miskin di Kabupaten Sanggau berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan rilis BPS Kabupaten Sanggau, jumlah orang miskin di Sanggau ada sebanyak 23,02 ribu jiwa. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2023 dimana jumlah orang miskin di Sanggau sebanyak 23,34 ribu jiwa

Badan Pusat Statistik (BPS) sudah merilis angka kemiskinan di Kabupaten Sanggau. Menurut rilis terakhir BPS, 4,67 persen penduduk Kabupaten Sanggau hidup dibawah garis kemiskinan. Persentase ini menurun dibandingkan persentase kemiskinan tahun 2023 yakni sebesar 4,79 persen.

kemiskinan di kabupaten sanggau

Dalam rilisnya, BPS Kabupaten Sanggau menyatakan bahwa angka kemiskinan Kabupaten Sanggau merupakan yang paling rendah nomor 4 se-Kalimantan Barat, setelah Kota Pontianak, Singkawang, dan Kubu Raya. Sedangkan, Kabupaten Melawi menjadi kabupaten dengan persentase penduduk miskin paling besar di Kalimantan Barat yakni sebesar 10,62 persen.

Penghitungan kemiskinan secara makro memang menjadi tanggung jawab BPS. Lembaga ini melakukan penghitungan angka kemiskinan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan 2 kali dalam setahun, yakni bulan Maret dan September. Susenas Maret akan menghasilkan estimasi hingga tingkat kabupaten/kota, sedangkan Susenas September hanya menghasilkan estimasi sampai tingkat provinsi.

Dalam melakukan penghitungan angka kemiskinan, BPS menggunakan pendekatan pengeluaran kebutuhan dasar/pokok (basic need approach). Artinya, BPS akan menghitung jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan seseorang dalam satu bulan. Pengeluaran yang dihitung antara lain pengeluaran bahan makanan, makanan jadi, rokok, sewa rumah, dan kebutuhan lainnya. Setelah dihitung, maka BPS akan mengeluarkan garis kemiskinan, garis kemiskinan makanan, dan garis kemiskinan non makanan. Selanjutnya, penduduk yang memiliki pengeluaran dibawah garis kemiskinan akan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Berdasarkan BPS, penduduk Sanggau dikategorikan sebagai rakyat miskin apabila hidup dibawah garis kemiskinan. Tahun 2024, garis kemiskinan Kabupaten Sanggau sebesar Rp440.303 per kapita per bulan. Artinya jika Anda mengeluarkan lebih dari Rp440.303 dalam satu bulan, maka Anda tak lagi dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Perlu diketahui juga, bahwa data kemiskinan yang dirilis oleh BPS bersifat agregat. Indikator ini biasanya digunakan sebagai evaluasi terhadap kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, BPS tak dapat mengetahui secara pasti siapa orang miskin di Kabupaten Sanggau. Untuk mengetahui penduduk miskin di Kabupaten Sanggau by name dan by address dibutuhkan pendataan lebih lanjut oleh lembaga terkait, dalam hal ini Dinas Sosial.


Minggu, 07 Juli 2024

Tingkat pengangguran terbuka(TPT)/Unemployment Rate kerap menjadi dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Berdasarkan Sakernas Agustus 2023, Kabupaten Sanggau memiliki tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 3,86%. Angka ini meningkat jika dibandingkan tahun 2022 yakni sebesar 3,76%. Sebanyak 10.372 penduduk Sanggau tidak memiliki pekerjaan dan bersedia bekerja (menganggur).

Ketenagakerjaan kerap dijadikan sebagai salah indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Informasi mengenai ketenagakerjaan yang akurat dan aktual dapat membantu pemangku kebijakan dalam melakukan perencanaan dan evaluasi pembangunan di bidang ekonomi dan sosial. Indikator yang dapat menggambarkan ketenagakerjaan antara lain tingkat pengangguran terbuka (TPT)/unemployment rate dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK).

Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan instansi yang menyediakan data indikator makro terkait ketenagakerjaan melalui sensus ataupun survei. Salah satu survei yang menghasilkan indikator ketenagakerjaan adalah Survei Angakatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas adalah survei yang dirancang khusus untuk menghasilkan indikator ketenagakerjaan secara berkala, yaitu pada bulan Februari dan bulan Agustus. Sakernas bulan Februari hanya akan menghasilkan estimasi hingga tingkat provinsi. Sedangkan Sakernas bulan Agustus akan menghasilkan estimasi hingga tingkat kabupaten/kota.

Pelaksanaan Sakernas merujuk pada konsep dan definisi ketenagakerjaan yang direkomendasikan oleh International Labour Organization(ILO). Rekomendasi tersebut dimuat dalam buku Survey of Economically Active Population, Employment, Unemployment, and Underemployment: An ILO Manual Concepts and Methods, ILO 1992. Sejak tahun 2020, BPS juga telah menerapkan kriteria "bekerja paling sedikit 1 jam dalam satu minggu terakhir" untuk mendefinisikan seseorang sebagai bekerja, sebagaimana rekomendasi ILO melalui International Conference of Labour Statistician (ICLS) 13.

Penduduk Usia Kerja

Penduduk usia kerja adalah penduduk yang dapat diterima di pasar tenaga kerja. Pada Sakernas, penduduk yang berumur 15 tahun keatas dikategorikan sebagai penduduk usia kerja. Berdasarkan Sakernas Agustus 2023, penduduk usia kerja di Kabupaten Sanggau mencapai 381 ribu jiwa (tepatnya 381.803 jiwa). Jumlah ini meningkat 14 ribu jiwa dibandingkan data tahun 2022, dimana penduduk usia kerja berjumlah 366 ribu jiwa (tepatnya 366.938 jiwa).

Angkatan Kerja

Berdasarkan BPS, Angkatan kerja didefinisikan sebagai penduduk usia kerja yang kegiatan seminggu yang lalu adalah bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, atau pengangguran/tidak bekerja, dan atau mencari pekerjaan (unemployed). Secara sederhana, angkatan kerja adalah penduduk berusia 15 tahun yang sedang bekerja dan sedang menganggur. Sehingga, penduduk 15 tahun ke atas yang selama seminggu terakhir sedang bersekolah, hanya mengurus rumah tangga (tidak berniat mencari pekerjaan), atau melakukan kegiatan lain (selain bekerja) tidak dikategorikan sebagai angkatan kerja.

Berdasarkan Sakernas Agustus 2023, terdapat 268.440 jiwa penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang termasuk dalam angkatan kerja di Kabupaten Sanggau. Jumlah ini meningkat 10.854 jiwa jika dibandingkan jumlah angkatan kerja tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa suplai tenaga kerja di Kabupaten Sanggau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Para angkatan kerja ini dapat berasal dari penduduk yang sudah menyelesaikan pendidikannya atau penduduk yang datang ke Kabupaten Sanggau untuk mendapatkan pekerjaan.

Pengangguran di Kabupaten Sanggau

Pengangguran terbuka yang dimaksud adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa (discouraged workers), atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja/mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (future starts). Berdasarkan Sakernas Agustus 2023 yang dilaksanakan di Kabupaten Sanggau, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kabupaten Sanggau sebesar 3,86 persen. Angka ini meningkat dibandingkan data tahun 2022, dimana TPT Kabupaten Sanggau sebesar 3,76 persen.

Sektor ketenagakerjaan menjadi hal yang patut diperhatikan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang tepat sasaran untuk menanggulangi permasalahan ketenagakerjaan. Data dan informasi yang akurat dan aktual mengenai ketenagakerjaan menjadi hal yang penting dalam menyusun kebijakan terkait ketenagakerjaan. Data Sakernas menjadi salah satu data ketenagakerjaan yang dapat digunakan untuk melihat keadaan ketenagakerjaan di suatu wilayah. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai Sakernas dan mendapatkan data Sakernas, silahkan kunjungi website Badan Pusat Statistik.


Selasa, 25 Juni 2024

Kesejahteraan masyarakat merupakan kewajiban yang harus dipenuhi Pemerintah Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945. Kemiskinan yang menggerogoti kehidupan masyarakat harus segera dientaskan. Akan tetapi kenyataannya, masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan. Keterbatasan akses terhadap pendidikan dan pasar kerja disinyalir menjadi beberapa faktor utama penyebab kemiskinan.

Kabupaten Sanggau adalah salah satu kabupaten yang berada di Kalimantan Barat. Kabupaten dengan julukan Bumi Daranante ini memiliki luas sekitar 12 ribu kilometer persegi. Sebanyak 492 ribu penduduk diproyeksikan tinggal di Sanggau pada tahun 2022 (data Proyeksi Penduduk BPS). Dengan wilayah yang cukup luas dan penduduk yang tidak terlalu padat, nyatanya kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan di Kabupaten Sanggau. Data BPS menunjukkan terdapat sebanyak 23,34 ribu penduduk yang masih hidup dalam bayang-bayang kemiskinan pada tahun 2023. Kondisi ini harus menjadi perhatian bagi Pemerintah Kabupaten Sanggau dalam memerhatikan kesejahteraan masyarakatnya.
 
Grafik Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Sanggau Tahun 2018-2023
Sumber: BPS

Angka kemiskinan di Kabupaten Sanggau cukup rendah jika dibandingkan dengan angka kemiskinan Indonesia. Pada tahun 2023, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,36 persen. Hampir dua kali lipat dibandingkan angka kemiskinan Kabupaten Sanggau pada tahun yang sama (4,79 persen). Namun, jika dilihat dalam 5 tahun terakhir, angka kemiskinan cukup berfluktuasi. Satu hal yang menarik, angka kemiskinan Sanggau malah menurun pada tahun 2020. Padahal tahun tersebut terjadi pandemi Covid-19. Faktor penyebabnya adalah rentang pelaksanaan survei yang dilakukan sebelum pandemi Covid-19 merebak di Indonesia.

Angka kemiskinan tahun 2023 di Kabupaten Sanggau mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Secara jumlah, penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2023, ada 23,34 ribu penduduk miskin di Sanggau. Angka tersebut meningkat dari 21,74 ribu jiwa pada tahun 2022. Secara persentase, angka kemiskinan Kabupaten Sanggau juga meningkat sebesar 0,28 persen poin.

Kenaikan angka kemiskinan di Kabupaten Sanggau menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Sanggau. Terlebih, Sanggau diketahui tetap mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif pada masa pandemi lalu (tumbuh 0,71 persen pada tahun 2020). Kenaikan jumlah penduduk miskin dapat menjadi indikasi pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Bisa saja, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sanggau hanya dinikmati oleh masyarakat kalangan atas. 

Masyarakat Sanggau mayoritas bekerja di sektor pertanian. Data Sakernas Agustus 2022 menunjukkan 62,7 persen penduduk Sanggau bekerja pada sektor agraris. Padahal, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (Kategori A) hanya tumbuh 3,30 persen pada tahun 2023, menurun jika dibandingkan pertumbuhan sektor yang sama pada tahun 2021 dan 2022, masing-masing tumbuh 7 dan 8 persen. Selain itu tahun 2023, kategori industri pengolahan (Kategori C) malah mengalami kontraksi sebesar 1,89 persen. 

Kemiskinan merupakan kondisi dimana masyarakat tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Pertumbuhan ekonomi yang baik akan membuat masyarakat menikmati pertumbuhan ekonomi tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sanggau harus memerhatikan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor dimana mayoritas penduduk Sanggau menggantungkan hidupnya. 


Senin, 24 Juni 2024

"Data is the new oil", begitulah kata Presiden Jokowi pada saat memberikan arahan dalam pencanangan Sensus Penduduk 2020. Namun, data tak akan berguna jika kita tak dapat menyajikan data tersebut dan menyampaikan informasi yang dimiliki oleh data tersebut. Selain itu, penting bagi kita untuk mengetahui alasan dibalik sebuah data.

Dalam menyajikan data, penting bagi kita membuat data tersebut menjadi menarik dan sarat akan informasi. Oleh karena itu, salah satu pilihan terbaik dalam menyajikan data adalah menggunakan grafik. Karena manusia cenderung lebih tertarik dengan gambar dan visual dibandingkan dengan tulisan.

Terdapat banyak cara untuk memvisualisasikan data. Banyak jenis-jenis grafik yang bisa digunakan, akan tetapi penting bagi kita untuk memilih jenis grafik yang sesuai dengan data yang kita miliki. Ini bertujuan agar maksud dan informasi yang ingin kita sampaikan dapat diterima oleh orang lain dengan baik. 

Grafik Batang/Diagram Batang

Diagram batang cukup umum kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Diagram ini digunakan ketika kita ingin membandingkan kondisi dari beberapa sub kelompok. Contoh: membandingkan jumlah penduduk di daerah perdesaan dan perkotaan. Selain itu, diagram batang juga dapat kita gunakan untuk membandingkan kondisi suatu kelompok antar waktu, namun perubahan antar waktunya harus cukup signifikan, agar informasinya dapat tersampaikan.

Contoh Grafik Batang menyamping


Grafik Garis/Diagram Garis

Diagram garis biasanya dapat digunakan untuk melihat perubahan suatu kondisi dalam suatu periode waktu. Untuk menggunakan diagram garis, sebaiknya data yang kita miliki tersedia dalam rentang waktu yang cukup panjang. Contoh data yang dapat menggunakan grafik garis adalah penjualan produk suatu perusahaan dalam 10 tahun terakhir. Selain itu, kita juga dapat menggunakan grafik garis untuk membandingkan dua data dalam rentang waktu yang sama. Contohnya perbandingan penjualan produk perusahaan A dengan perusahaan B dalam 10 tahun terakhir.

Contoh grafik garis

Grafik garis diatas memberikan informasi perbandingan penjualan perusahaan A setiap bulannya pada tahun 2017 dan tahun 2018.

Diagram Lingkaran

Diagram lingkaran biasa digunakan untuk membandingkan seluruh sub kelompok terhadap kelompoknya secara keseluruhan. Contoh: melihat perbandingan persentase penduduk pria dan wanita di suatu wilayah. Diagram lingkaran biasanya hanya menyajikan data pada suatu waktu, tidak dapat digunakan untuk data antar waktu (time-series). 

Contoh Grafik Lingkaran

Grafik lingkaran diatas menunjukkan persentase siswa dengan hobi masing-masing. Sebagai contoh, jika jumlah siswa di sekolah tersebut berjumlah 100 siswa, maka jumlah siswa yang memiliki hobi basket berjumlah 25 siswa atau 25 persen dari total jumlah siswa. Seluruh lingkaran harus berjumlah 100 persen, atau 100 siswa (yang dianggap sebagai satu kelompok, sedangkan siswa dengan hobi basket adalah sub kelompoknya). 



Persistensi merupakan kapasitas untuk tetap teguh dan semangat untuk mencapai tujuan tertentu apapun rintangan yang dihadapi. Sedangkan konsistensi adalah ketetapan dan kemantapan dalam bertindak, atau ketaatasasan. Dua hal yang dibutuhkan untuk mencapai sebuah tujuan dan mewujudkan sebuah mimpi.

Seluruh hidup ini merupakan sebuah proses yang harus dijalani saja. Seperti kata pepatah, hidup bagaikan mengendarai sepeda, dimana kita perlu tetap bergerak agar kita tidak terjatuh dari sepeda. Tak jarang banyak lubang dan rintangan yang menghalangi jalan, namun yang pasti seluruhnya akan berlalu.

Blog ini adalah cerminan inkonsistensi yang melekat pada diri manusia. Sudah dibuat sejak tahun 2017, namun tulisan yang ada pada blog ini tak lebih dari 100. Padahal, jika saja tulisan ditambahkan sebanyak 1 postingan saja setiap 2 minggu, maka sudah ada lebih dari 100 tulisan. 

Begitulah memang hidup. Inkonsistensi dan konsistensi merupakan pilihan yang disediakan oleh keadaan. Kita manusia yang menciptakan situasi tersebut. Kita hanya harus disiplin untuk memilih jalan yang menuntun kita kepada kesuksesan.


Rabu, 27 Maret 2024

Menjadi populer agaknya lebih penting dibandingkan menjadi kompeten. Setidaknya itu yang terjadi pada proses pemilihan pemimpin di Indonesia ini. Para partai seperti tak berdaya melawan 'kaderisasi' yang dilakukan berdasar skala popularitas. Sistem pengkaderan partai dipaksa tunduk terhadap hasil-hasil survei elektabilitas yang muncul setiap 2 minggu.

pemilihan presiden 2024
Tak banyak yang mampu menampilkan wajahnya dikertas ini.

Setiap tahunnya, Indonesia memiliki anugerah penghargaan bagi para aktor yang memiliki karya didunia perfilman. Tak hanya untuk aktor, para komedian juga memiliki penghargaan untuk mengapresiasi para seniman di dunia gelak tawa. Kategori yang selalu menarik saya perhatian adalah Aktor ataupun Komedian terfavorit. Kategori penghargaan ini menjadi menarik dikarenakan pemenangnya biasanya ditentukan melalui sistem pemungutan suara. Jadi siapa saja yang paling banyak dipilih, maka aktor/komedian tersebut akan menang. Kategori penghargaan ini juga menjadi gambaran bagi industri untuk melihat karakteristik aktor/komedian yang sedang menjadi selera pasar.

Negara kita sudah terbiasa dengan sistem pemilihan pemenang melalui pemungutan suara. Sebagai negara demokrasi, kita memilih pemimpin kita melalui sistem voting. Baik itu untuk eksekutif maupun legislatif. Pada awalnya, para rakyat Indonesia hanya dihadapkan pada pilihan partai. Tahun 1955 menjadi tahun pertama kali rakyat Indonesia melakukan pemilihan umum. Hingga akhirnya reformasi membawa kita kedalam bentuk pemilihan yang saat ini. Rakyat dipaksa untuk menentukan langsung figur yang akan memimpinnya. Para calon pemimpin ini harus bersaing memperkenalkan dirinya kepada masyarakat agar bisa dipilih masyarakat. 

Celakanya, sistem demokrasi yang diterapkan Indonesia rasanya masih terlalu dini dan tak cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia. Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia terlalu rendah untuk mampu berpikir secara rasional dalam memilih calon pemimpin. Badan Pusat Statistik merilis bahwa 50,83 persen penduduk berusia 15 tahun keatas hanya memiliki ijazah maksimal SMP. Hanya 13,21 persen masyarakat kita yang sudah lulus perguruan tinggi. Dan dalam Pemilu, suara dari lulusan SD akan dianggap sama dengan suara dari seorang Profesor. Mau bagaimana lagi. Kita sudah memilih jalan ini. 

Tak cukup bermasalah dengan tingkat pendidikan. Proses pemilihan pemimpin di negeri ini juga sudah berubah menjadi ajang mencari siapa paling populer. Tak ubahnya seperti Aktor/Komedian yang dipilih karena disukai dan paling populer. Sistem kaderisasi yang harusnya berjalan dalam organisasi partai, terpaksa tunduk oleh kemauan pasar. Bahkan, partai sebesar PDI-Perjuangan tak mampu memajukan Puan Maharani sebagai gacoan dalam Pilpres ini. Partai Nasdem dan PKS harus menaruh harapan kepada Anies Baswedan untuk mencapai pucuk pimpinan tertinggi negara ini. Padahal, dua partai lama, yakni PKS dan PDI-Perjuangan terkenal memiliki sistem kaderisasi yang cukup terstruktur. Terlebih PKS yang memiliki massa militan disetiap daerahnya. Tapi apa daya, survei elektabilitas memunculkan 3 nama teratas, yakni Prabowo (Ketum Gerindra), Anies Baswedan, dan Ganjar.

Pilihan pasar telah dijatuhkan kepada 3 orang tersebut. Mau tak mau partai politik harus mengikuti pasar. Jika tak diikuti, partai tersebut harus rela ditinggal masyarakat dan tak mendapat efek ekor jas (coat tail effect). Bahkan, jika salah pilih diantara ketiganya, partai dapat kehilangan pemilih setianya karena dianggap tak mengakomodir selera presiden pemilih. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah merasakan hal tersebut. Keputusan mereka mendukung Ganjar harus dibayar mahal dengan ketidaklolosan PPP ke Senayan.

Masyarakat kita memang masih tertinggal dari segi pendidikan jika dibandingkan negara demokrasi maju lainnya. Rasionalitas terkadang masih menjadi pertimbangan nomor sekian dalam menentukan pemimpin. Masyarakat kita lebih suka disentuh perasaannya daripada pemikirannya. Lagipula, ada pepatah yang mengatakan dalam sistem demokrasi bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Setidaknya saya dapat meyakini, bahwa kemenangan Prabowo menunjukkan bahwa Prabowo lebih populer dibandingkan Ganjar dan Anies.  

Kamis, 08 Februari 2024

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari error untuk semua pengamatan setiap variabel bebas pada model regresi. Heteroskedastisitas merupakan kebalikan dari homoskedastisitas, dimana asumsi tersebut biasanya harus terpenuhi dalam analisis regresi ataupun analisis time series. Heteroskedastisitas menyebabkan efek serius terhadap estimasi OLS (ordinary least square). Meski estimasi tetap unbiased, namun selang kepercayaan dan tes hipotesis tak dapat lagi dipercaya (unreliable)[1].

Pada analisis regresi, heteroskedastisitas dapat didefinisikan sebagai penyebaran nilai error/residual diantara nilai estimasi. Untuk memenuhi asumsi homoskedastisitas (salah satu asumsi dalam analisis regresi linear dengan OLS), varian dari error harus selalu konstan. Untuk mengidentifikasi keberadaan heteroskedastisitas, kita dapat melakukan pengecekan dengan melihat residual plot, yaitu dengan membuat plot antara nilai residual model dengan nilai estimasi variabel Y.

Dalam model regresi sederhana (dengan 1 (satu) variabel X), kita bisa melihat apakah kondisi heteroskedastisitas terjadi. Gambar 1 menunjukkan bahwa model tersebut tidak mengalami heteroskedastisitas (homoskedastisitas). Terlihat dari sebaran nilai error yang konstan atau tetap pada semua nilai amatan. 

heteroskedastisitas
Gambar 1. Contoh kondisi homoskedastisitas

Sebaliknya, gambar 2 menunjukkan indikasi heteroskedastisitas pada model. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan sebaran error atau varians error yang semakin membesar (semakin menyebar) seiring peningkatan nilai variabel X. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi, dimana sebaran error semakin membesar seiring semakin kecilnya nilai X, seperti yang terjadi pada Gambar 3. Salah satu penyebab heteroskedastisitas adalah besarnya range atau selisih antara nilai amatan.

Gambar 2. Contoh kondisi heteroskedastisitas

Gambar 3. Contoh kondisi heteroskedastisitas

Jika memiliki kecurigaan bahwa varians dari error dalam model yang kita miliki tidak homogen, maka dapat dilakukan uji statistik untuk mengidentifikasi keberadaan heteroskedastisitas. Beberapa uji statistik telah dikembangkan, dan kita akan mencoba menggunakannya dengan Aplikasi R. Uji heteroskedastisitas umumnya memiliki hipotesis sebagai berikut:

        H0    : varians dari error homoskedastik
        Ha    : varians dari error heteroskedastik

Breusch-Pagan Test

Uji ini dikembangkan oleh Breusch dan Pagan pada tahun 1979, lalu dikembangkan lagi oleh Koenker pada tahun 1981. Sehingga uji ini sering juga disebut sebagai Breusch-Pagan dan Koenker test. Pada R-Programming, kita dapat melakukan uji Breusch-Pagan dengan terlebih dahulu menginstall library olsrr.

Sebelum membentuk model dan melakukan uji heteroskedastisitas, terlebih dahulu lakukan instalasi library olsrr pada aplikasi R-Programming anda. Cara melakukan instalasi library.

>install.package(olsrr)
>library(olsrr)

Sintaks yang akan kita gunakan adalah sebagai berikut.

>model <-lm(mpg ~ disp + hp + wt + drat, data = mtcars)
>ols_test_breusch_pagan(model, rhs = TRUE)

Data yang kita gunakan merupakan data yang telah tersedia dalam R Programming, yaitu data mtcars. Jika ingin mengganti dengan data milik kita, maka kita tinggal mengganti data tersebut dengan data milik kita. Setelah kita membentuk model dan melakukan Uji Heteroskedastisitas dengan BP Test. Maka akan muncul hasil seperti berikut.

 Breusch Pagan Test for Heteroskedasticity
 -----------------------------------------
 Ho: the variance is constant            
 Ha: the variance is not constant        

           Data            
 --------------------------
 Response : mpg 
 Variables: disp hp wt drat 

        Test Summary         
 ----------------------------
 DF            =    4 
 Chi2          =    1.513808 
 Prob > Chi2   =    0.8241927 

Hasil uji menunjukkan bahwa p-value yang dihasilkan adalah sebesar 0,824. Oleh karena itu, berdasarkan hipotesis yang ada dalam uji, tak terdapat cukup bukti untuk menolak H0. Sehingga, berdasarkan uji tersebut, model yang kita miliki memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak ada heteroskedastisitas).

Contoh dengan data yang memiliki permasalahan heteroskedastisitas.

Contoh berikutnya adalah menggunakan data trees yang juga telah tersedia dalam R-Programming. 

>model<-lm(Volume~Height, data = trees)
>ols_test_breusch_pagan(model)

Akan menghasilkan output sebagai berikut:

 Breusch Pagan Test for Heteroskedasticity
 -----------------------------------------
 Ho: the variance is constant            
 Ha: the variance is not constant        

               Data                
 ----------------------------------
 Response : Volume 
 Variables: fitted values of Volume 

         Test Summary          
 ------------------------------
 DF            =    1 
 Chi2          =    7.490146 
 Prob > Chi2   =    0.006203754 

Berdasarkan hasil p-value yang signifikan (<0,05) dapat kita simpulkan bahwa kita menolak hipotesis nol dan menyimpulkan bahwa model tersebut memiliki permasalahan heteroskedastisitas.

Jumat, 02 Februari 2024

Idealnya setiap negara memiliki lembaga yang bertanggung jawab terhadap. Selain itu, lembaga statistik tersebut sebaiknya berstatus sebagai lembaga yang independen dan bebas dari intervensi pemerintah. Independensi lembaga statistik membuat lembaga statistik tersebut dapat menghasilkan data statistik yang objektif. Lembaga-lembaga tersebut menghasilkan data statistik dengan berbagai cara. Setidaknya, ada 3 cara lembaga statistik mendapatkan data. Cara yang paling lazim adalah survei, sensus, dan pengumpulan data registrasi.

Badan Pusat Statistik sebagai lembaga statistik di Indonesia diamanatkan oleh undang-undang untuk melakukan sensus. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan BPS untuk melaksanakan 3 sensus, yakni Sensus Penduduk, Sensus Pertanian, dan Sensus Ekonomi. Pelaksanaan sensus tersebut dilakukan untuk menyediakan data yang lengkap untuk keperluan perencanaan dan evaluasi pembangunan.



Sensus atau cacah jiwa adalah prosedur sistematis yang digunakan untuk mendapatkan, merekam, dan menghitung informasi deskriptif untuk suatu populasi. Pengumpulan data dengan cara sensus biasanya dilakukan untuk beberapa indikator/informasi yang penting saja. Sensus dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi dari semua elemen dalam populasi.

Sensus Penduduk

Seluruh Sensus di Indonesia dilaksanakan setiap sepuluh tahun. Sensus Penduduk di Indonesia dilakukan pada tahun yang berakhiran 0. Terakhir kali Sensus Penduduk dilaksanakan pada tahun 2020 lalu. Meski sedang dilanda pandemi Covid-19, BPS tetap melaksanakan Sensus Penduduk, yang untuk pertama kalinya menggunakan metode kombinasi yaitu dengan menggunakan data administrasi kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri sebagai basis data. Langkah ini merupakan sebuah upaya dari BPS untuk menuju Satu Data Kependudukan Indonesia, yang selama ini selalu berbeda antar instansi. 

Logo Sensus Penduduk 2020

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, penduduk Indonesia per 30 September 2020 berjumlah 270.203.917 jiwa. Sensus Penduduk 2020 juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, sedangkan sekitar seperlima penduduk Indonesia tinggal di Pulau Sumatera. Hasil lengkap Sensus Penduduk 2020 dapat dilihat langsung melalui link ini.

Sensus Pertanian

Sensus Pertanian dilaksanakan pada tahun yang berakhiran 3. Sensus ini cukup penting bagi Indonesia, apalagi bangsa ini dikenal sebagai negara agraria. BPS baru saja melaksanakan Sensus Pertanian pada tahun 2023 lalu. Hasilnya, terdapat 28.419.398 rumah tangga usaha pertanian. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan Sensus Pertanian 2013. 

Logo Sensus Pertanian 2023

Sensus Ekonomi

Setelah Sensus Penduduk dan Sensus Pertanian, sensus yang selanjutnya adalah Sensus Ekonomi. Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan yang berada dalam batas-batas wilayah suatu negara. Seluruh informasi yang dikumpulkan bermanfaat untuk mengetahui gambaran tentang performa dan struktur ekonomi suatu negara baik menurut wilayah, lapangan usaha, maupun skala usaha.

Sensus Ekonomi terakhir kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2016. Pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016 dilaksanakan pada bulan Mei 2016. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016, sektor perdagangan (G) menjadi sektor dengan usaha/perusahaan paling banyak di Indonesia. Lebih dari setengah usaha/perusahaan ekonomi terletak di Pulau Jawa. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih cenderung Jawa-sentris. 

Kamis, 01 Februari 2024

Duaribu dua puluh empat. Akan menjadi tahun yang cukup bersejarah. Tak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi sebagian besar penduduk di dunia. Tujuh dari 10 negara dengan penduduk terbesar di dunia akan melaksanakan pemilihan umum. Sebuah tahun yang akan menentukan masa depan dunia, setidaknya 5 tahun kedepan.


Pemilu Amerika Serikat tentu menjadi pusat perhatian. Sebagai negara adidaya, pergantian pucuk kepemimpinan selalu menjadi perhatian dunia. Joe Biden akan berusaha mempertahankan jabatannya. Kemungkinan besar, Biden akan kembali menghadapi Donald Trump. Sama seperti pada tahun 2020 lalu.

Selain Amerika Serikat, India juga akan menghadapi pesta demokrasi di negaranya. Dan tentu saja Indonesia juga akan menghelat pesta rakyat. Bagi Indonesia, setidaknya bangsa ini akan memiliki presiden baru setelah Jokowi tak bisa lagi maju dalam kontestasi Pilpres. Meski ada narasi keberlanjutan dan perubahan, tapi akan ada wajah baru yang akan mengisi dinding kelas-kelas di sekolah seluruh Indonesia. 

Tahun politik biasanya menjadi tahun yang sangat menjengkelkan. Situasi itu sudah mulai terasa dengan gejolak politik yang ada. Pemakzulan Jokowi sempat juga sempat menyeruak kepermukaan. Situasi yang terjadi di Mahkama Konstitusi disinyalir menjadi pemicu isu ini. Banyak pihak yang tidak senang dengan perubahan peraturan batas umur Capres-Cawapres. Para pengamat menilai bahwa perubahan ini dilakukan hanya untuk memuluskan langkah Jokowi melanjutkan kekuasaannya melalui pencalonan putra sulung Jokowi. 

Tak hanya isu pemakzulan, isu hilirisasi tiba-tiba menjadi topik percakapan yang cukup hangat dikalangan masyarakat. Kebijakan hilirisasi di era Jokowi dinilai tak tepat sasaran dan merugikan masyarakat setempat serta membawa dampak buruk kepada lingkungan. Investasi hilirisasi di Indonesia dinilai sangat ugal-ugalan dan juga tak memerhatikan keselamatan para pekerja. Isu pekerja asing di smelter juga membuat kebijakan hilirisasi dipertanyakan oleh sebagian orang. 

Namun, kita sebagai rakyat biasa sebaiknya menyikapi Pemilu ini sebagai hal yang santai dan tak terlalu dibawa kedalam hati. Tahun 2019 seharusnya sudah cukup memberikan pelajaran bagi bangsa ini untuk tak terlalu larut dalam pertarungan Pilpres. Jokowi yang memenangkan pertarungan melawan Prabowo pada akhirnya merangkul pihak Prabowo untuk masuk ke dalam pemerintahan. Tentu banyak yang kecewa. Bahkan tak sedikit yang menyebutkan Prabowo sebagai pengkhianat perjuangan perubahan yang digaungkan pada 2019. 

Rakyat biasa seharusnya menyadari, siapapun yang terpilih menjadi Presiden Indonesia, kita sebagai rakyat biasa harus tetap bekerja dan mencari rezeki kehidupan. Selain itu, kita harus meyakini bahwa yang maju dalam kontestasi Pilpres kali ini adalah Putra-Putra terbaik bangsa. Seluruh kontestan pasti ingin melakukan yang terbaik bagi Indonesia. Saya yakin, tak ada satupun pasangan Capres-Cawapres yang berniat buruk terhadap bangsa ini.

Oleh karena itu, Pemilu tahun 2024 harus dipenuhi dengan rasa bahagi dan penuh ucapan syukur. Setelah Pilpres, seluruh elemen bangsa Indonesia harus kembali bersatu untuk merajut mimpi besar yang dimiliki oleh para pendiri bangsa ini. Konflik Pemilu tak seharusnya berlarut-larut dan menimbulkan dendam menahun. Rekonsiliasi dan kolaborasi adalah dua hal yang dibutuhkan negara ini  untuk melewati tantangan global yang saat ini sedang melanda dunia.