Rabu, 13 September 2023

Undang-Undang No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik masih menjadi salah satu landasan Badan Pusat Statistik untuk melakukan pengumpulan data dan penyediaan data terhadap perencanaan pembangunan nasional. Beberapa ahli menganggap kekuatan hukum ini sudah kurang relevan terhadap kebutuhan BPS dalam kapasitasnya sebagai penyedia statistik dasar. Hal ini juga diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso, yang meminta agar Forum Masyarakat Statistik (FMS) mengawal BPS agar DPR segera menyelesaikan revisi UU Nomor 16 Tahun 1997.

Data masih menjadi permasalahan mendasar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dalam melaksanakan perencanaan serta evaluasi pembangunan nasional. Sering terdapat perbedaan data antar instansi yang mengakibatkan kebingungan antar instansi. Salah satu yang sering dipermasalahkan adalah perbedaan data antara Kementerian Pertanian dengan Badan Pusat Statistik terkait produksi pada. Perbedaan ini sering menimbulkan kebingungan pada masyarakat serta DPR sebagai badan yang mengawasi kinerja pemerintah.


Permasalahan ini sebenarnya sudah berusaha diperbaiki oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia. Namun, implementasi dari peraturan tersebut belum mampu menjawab tantangan perbedaan data yang ada. Ego sektoral sering muncul sehingga masing-masing kementerian/lembaga melakukan pengumpulan data masing-masing sesuai dengan kepentingan masing-masing kementerian/lembaga.

Setelah hampir 5 tahun berjalan, nyatanya Perpres mengenai Satu Data belum maksimal mengakomodir kebutuhan data pemerintah yang perlu digunakan untuk perencanaan pembangunan dan evaluasi program pembangunan. BPS yang ditunjuk sebagai pembina data dalam Perpres Satu Data belum mampu secara maksimal mengemban perannya. Keterbatasan wewenang dan tanggung jawab membuat BPS tak dapat berbuat banyak dalam melakukan transformasi dalam dunia statistik pemerintahan. 

Selain itu, UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik juga dirasa sudah tak relevan dengan situasi masyarakat saat ini. Undang-undang tersebut sudah dianggap usang dan tak mampu lagi mengakomodir perkembangan teknologi digital yang semakin pesat. Apalagi, masyarakat juga dihadapkan dengan ancaman kebocoran data pribadi. BPS sebagai salah satu lembaga yang mengumpulkan data sensitif dari masyarakat harus mampu melakukan terobosan untuk mengatasi hal tersebut.

Urgensi Revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik

Dewan Perwakilan Rakyat selaku regulator di dalam pemerintahan tengah melakukan pembahasan revisi Undang-undang No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Revisi UU ini merupakan kabar baik bagi dunia perstatistikan di Indonesia, khususnya bagi BPS selaku badan yang bertanggung jawab terhadap penyediaan statistik dasar di Indonesia. Revisi UU tersebut diharapkan mampu mengakomodir perkembangan dunia statistik yang sudah mengarah ke arah digitalisasi dan big data. Anang Kurnia (perwakilan Ikatan Statistisi Indonesia) menganggap bahwa penggunaan big data yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pemerintahan perlu diatur secara formal.

Dalam rapat dengan Komisi X DPR pada tanggal 3 April 2023, Kepala Badan Pusat Statistik mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi statistik nasional dalam penyelenggaraan statistik, seperti tata statistik nasional yang belum terpadu, belum kuatnya kelembagaan statistik, terbatasnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) statistik, lemahnya pengawasan dalam penyelenggaraan statistik, keengganan berbagi pakai data antar lembaga, hingga munculnya sumber data baru (big data). Revisi UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut.

Pada kesempatan yang sama Kepala BPS juga menyarankan pembentukan Dewan Statistik Nasional (DSN) sebagai lembaga yang memberikan rekomendasi serta pengawasan terhadap penyelenggaraan statistik. Selain itu, BPS juga diharapkan mendapat akses/akuisisi data langsung dari sumber data, baik dari sektor swasta dan masyarakat, kementerian lembaga yang diperoleh melalui proses sensus ataupun survei.

Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan statistik nasional memang sudah sangat usang. Bahkan definisi data yang dicakup dalam undang-undang tersebut sudah kurang relevan jika digunakan pada masa saat ini. Selain itu, terlalu besarnya ego sektoral dari masing-masing kementerian dan lembaga membuat situasi semakin sulit. Pemerintah bersama DPR perlu mengatur regulasi agar tidak terjadi tumpang tindih data.

Pemerintah dan DPR perlu menyiapkan regulasi yang mengatur tentang penyelenggaraan statistik nasional yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tak hanya akurasi data, data statistik yang dikumpulkan oleh BPS dan kementerian lain juga harus bisa dijamin keamanannya. Kebocoran data dan informasi sensitif dari penduduk sering membuat masyarakat khawatir jika ada petugas survei yang melakukan pengumpulan data. Tak jarang, masyarakat yang menjadi responden memberikan informasi yang salah terkait yang ditanyakan. 

Pada akhirnya, perencanaan pembangunan nasional yang baik tak dapat terwujud tanpa adanya data statistik yang akurat dan up to date. Untuk itu pemerintah melalui BPS harus mampu mewujudkan hal tersebut dengan menjawab tantangan-tantangan yang sudah ada saat ini. DPR juga harus secepat mungkin mewujudkan revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik, agar penyelenggaraan statistik nasional dapat dilaksanakan dengan baik. 

0 comments:

Posting Komentar