Selasa, 12 Mei 2020

Badan Pusat Statistik baru-baru ini mengeluarkan rilis mengenai statistik ketenagakerjaan di Indonesia. Ditengah pandemi Corona yang sedang menimpa dunia saat ini, BPS tetap melakukan rilis data meskipun harus dilakukan secara online. Data tersebut didapatkan melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilaksanakan pada Februari 2020. Survei SAKERNAS sendiri merupakan survei rutin yang dilakukan oleh BPS setiap 2 kali setahun (Februari dan Agustus), yang bertujuan untuk melakukan pendataan terhadap situasi angkatan kerja di Indonesia. Rilis resmi dari BPS dapat didownload langsung di website resmi BPS (www.bps.go.id), sedangkan rilis resmi Statistik Ketenagakerjaan Februari 2020 dapat diunduh disini.

Rilis BPS tersebut menyatakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2020 adalah sebesar 4,99 persen. Hal tersebut berarti dari 100 orang angkatan kerja, terdapat 4 hingga 5 orang yang tidak memiliki pekerjaan. Secara persentase, TPT pada Februari 2020 menurun jika dibandingkan dengan TPT Februari 2019 (5,01 persen). Namun, secara jumlah, orang pengangguran di Indonesia bertambah 60 ribu jiwa.

Tingkat pengangguran lulusan SMK lebih besar dibandingkan lulusan lainnya


Jika dilihat lebih jauh, terdapat fakta yang cukup menarik, dimana tingkat pengangguran pada lulusan SMK pada Februari 2020 adalh 8,49 persen, lebih tinggi dibanding tingkat pendidikan lainnya. Artinya, seseorang yang merupakan lulusan SMK lebih berpeluang menganggur dibandingkan seseorang lulusan lainnya. Padahal, lulusan SMK adalah orang-orang yang diharapkan langsung dapat terserap kedalam dunia kerja. Pendidikan SMK memang dikhususkan untuk membentuk orang yang langsung siap diterjunkan ke dalam dunia pekerjaan. Lalu, apakah pendidikan SMK sudah berhasil membuat lulusan yang siap bekerja? Atau malah menambah jumlah pengangguran di Indonesia?

Media Kompas mengatakan bahwa pengangguran di Indonesia didominasi oleh lulusan SMK


Mencermati Data

Perlu diketahui bahwa pengangguran di Indonesia tidaklah didominasi oleh lulusan SMK. Setidaknya, tidak ada data BPS yang mendukung klaim tersebut. Data BPS pada rilis resminya hanya menyatakan bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK lebih tinggi dibandingkan lulusan tingkat pendidikan lainnya. Artinya, dari seluruh pengangguran secara keseluruhan, belum tentu lulusan SMK mendominasi. Berdasarkan publikasi BPS yang berjudul Indikator Pasar Tenaga Kerja Agustus 2019 (dapat didownload disini), pengangguran di Indonesia memang didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah (SMA, SMK, dan sederajat). Namun, tidak ada data lanjutan yang menyatakan bahwa lulusan SMK mendominasi pengangguran di Indonesia.

Tetap Menjadi Masalah

Akan tetapi, permasalahan tingginya tingkat pengangguran pada lulusan SMK tetap menjadi permasalahan yang harus dipecahkan oleh pemerintah. Beberapa tahun yang lalu, pemerintah berusaha mempromosikan SMK. Pemerintah bertujuan meningkatkan supply angkatan kerja yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan permintaan pasar. Namun, gencarnya promosi tersebut malah membawa masalah disaat ini. Terjadi over supply pada pasar tenaga kerja yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran lulusan SMK.

Apa yang Salah Dengan SMK?

SMK adalah sekolah menengah yang didesain untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian dan siap untuk masuk kedalam pasar tenaga kerja. Pada tahun 2019, terdapat 14.064 SMK diseluruh Indonesia. Menariknya, 75 persen dari jumlah tersebut merupakan swasta. Hal ini dikarenakan pemerintah memang menggandeng pihak industri dalam menyiapkan lulusan SMK, sehingga lulusan SMK dapat sesuai dengan harapan pihak industri.

Terdapat juga beberapa stigma negatif di masyarakat terhadap SMK. Kasus-kasus tawuran yang dilakukan oleh beberapa SMK memperkuat stigma negatif tersebut. Selain itu, kurikulum SMK saat ini dinilai belum sesuai dengan keinginan pasar tenaga kerja saat ini. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan melakukan perubahan terhadap kurikulum SMK yang ada saat ini. Kurikulum SMK diharapkan lebih mampu menolong para siswa sebelum mereka terjun kedalam dunia pekerjaan yang sesungguhnya.

Harapan Pada Mendikbud Baru

Terpilihnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan memberikan harapan bagi permasalahan ini. Pengalaman Nadiem pada perusahaan start up raksasa diharapkan mampu memberikan perubahan terhadap sistem pendidikan di Indonesia, terutama permasalahan yang dihadapi oleh lulusan SMK saat ini.

Industri 4.0 menuntut sumber daya manusia yang dapat bersaing dengan teknologi yang semakin canggih. Jika lulusan SMK tidak dapat menyesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini, maka program pemerintah mempromosikan pendidikan vokasi akan menambah beban pada pemerintah saat ini.



Minggu, 29 Maret 2020

Statistik merupakan bagian penting dari ilmu pengetahuan. Seluruh bidang ilmu pengetahuan menggunakan statistik untuk menguji kebenaran-kebenaran baru, ataupun menguji suatu teori terhadap suatu populasi tertentu. Selain pada ilmu pengetahuan, statistik juga memiliki peranan penting dalam dunia industri. Beberapa produsen biasanya terlebih dahulu melakukan survey sebelum meluncurkan produk mereka. Hal itu dilakukan untuk mengetahui tanggapan konsumen terhadap produk-produk produsen tersebut. 

Secara umum, statistik terbagi atas dua. Statistik deskriptif yaitu statistik yang menganalisis data populasi dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data, tanpa memberikan kesimpulan yang berlaku umum (generalisasi). Biasanya, statistik deskriptif tak dapat digunakan sebagai gambaran terhadap populasi. Yang kedua adalah statistik inferensia yaitu jenis statistik yang menganalisis data sampel dan membuat generalisasi pada populasi. Statistik inferensia dapat digunakan untuk menentukan karakteristik dari sebuah populasi.

Statistik inferensia yang lazim digunakan adalah statistik yang dilakukan untuk mengestimasi parameter dan melakukan uji hipotesis. Hal tersebut biasanya disebut dengan statistik parametrik. Namun, statistik parametrik memiliki beberapa persyaratan, yaitu :
  1. Variabel penelitian (data yang ada) harus mengikuti distribusi normal;
  2. Ukuran sampel terpenuhi;
  3. Skala pengukuran paling kuat (biasanya adalah skala rasio);
  4. Serta asumsi-asumsi lainnya.
Pada beberapa situasi, persyaratan diatas sangat sulit dipenuhi. Salah satu persyaratan yang paling sulit dipenuhi adalah data mengikuti distribusi normal dan skala pengukuran. Tak jarang, beberapa survei yang dilakukan perusahaan tidak menggunakan skala pengukuran yang kuat (biasanya skala nominal). Sehingga, akan menjadi sulit untuk melakukan estimasi parameter. Selain itu, beberapa survei yang dilakukan perusahaan tidak menggunakan kerangka sampel dalam penarikan sampelnya. Hal tersebut menyebabkan statistik parametrik tidak mungkin dilakukan.

Statistik nonparamterik hadir untuk mengatasi permasalahan-permasalahan diatas. Statistik nonparamterik dapat digunakan meskipun variabel penelitian tidak mengikuti distribusi normal. Selain itu, terdapat beberapa kelebihan dari statistik nonparametrik, antara lain :
  1. Tidak memerlukan ukuran sampel yang harus memenuhi syarat;
  2. Uji statistik dapat digunakan untuk ukuran sampel data yang kecil;
  3. Berlaku untuk semua jenis skala pengukuran. Mulai dari skala nominal hingga skala rasio
  4. Uji dapat dilakukan pada sampel-sampel yang diambil dari populasi yang berbeda


Meskipun demikian, pengujian statistik nonparametrik menimbulkan kelemahan-kelemahan jika dibandingkan dengan pengujian statistik parametrik. Adapun kelemahannya, antara lain :
  1. Jika ukuran sampel cukup besar, asumsi variabel berdistribusi normal dan skala pengukuran interval, maka hasil uji statistik nonparametrik lebih lebih dibandingkan uji statistik parametrik. Kelemahan ini dapat dilihat dari power efisiensi yang dihasilkan masing-masing uji.
  2. Uji statistik nonparametrik tidak bisa melakukan uji interaksi antar variabel.
  3. Memungkinkan adanya informasi yang terbuang.

Minggu, 09 Februari 2020

Kemiskinan masih menjadi perhatian bagi pemerintah. Meskipun angka kemiskinan secara nasional telah dibawah 10 persen, namun penanganan kemiskinan masih terus dilakukan oleh pemerintah. Beberapa program bantuan sosial terus dilakukan, seperti beras sejahtera, bantuan sembako, dan bantuan premi BPJS. Selain pemerintah pusat, pemerintah daerah juga melakukan program-program untuk mengatasi kemiskinan di wilayahnya masing-masing. 

Sebagai salah satu indikator keberhasilan terhadap penanganan kemiskinan, pemerintah menggunakan data kemiskinan yang dihitung oleh BPS. Data kemiskinan dihitung BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Lalu, sebenarnya, provinsi mana yang memiliki persentase penduduk miskin yang paling besar? Berikut data yang didapatkan dari website Badan Pusat Statistik.

Provinsi Persentase Penduduk Miskin 
PAPUA 26,55
PAPUA BARAT 21,51
NUSA TENGGARA TIMUR 20,62
MALUKU 17,65
GORONTALO 15,31
Sumber : SUSENAS September 2019

Tabel tersebut menunjukkan bahwa 5 Provinsi dengan persentase penduduk miskin terbanyak semuanya berada di wilaya Indonesia bagian timur. Data tersebut juga semakin memperjelas bahwa memang terjadi ketimpangan antara wilayah Indonesia bagian timur dengan wilayah Indonesia bagian barat.

Secara tidak mengejutkan, Papua dan Papua Barat masih memiliki persentase penduduk miskin terbanyak. Menurut data dari BPS, 1 dari 4 orang di Papua merupakan penduduk miskin. Sedangkan, 1 dari 5 orang di Papua Barat dan NTT hidup dibawah garis kemiskinan. Faktor infrastruktur yang sangat terbelakang membuat wilayah bagian timur Indonesia, khususnya Papua, semakin sulit mengatasi kemiskinan. Dibutuhkan kerjasama dan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Untuk wilayah barat Indonesia, Provinsi Aceh menjadi pemimpin klasemen untuk urusan persentase penduduk miskin (secara keseluruhan, Provinsi Aceh peringkat 6). Persentase penduduk miskin di Aceh mencapai angka 15,01 persen. Angka tersebut menurun jika dibandingkan pada periode Maret 2019 (15,32 persen). Lalu, apakah memang Aceh harus melakukan ekspor ganja untuk keluar dari jurang kemiskinan?