Senin, 26 Februari 2018

Masalah pengangguran masih menjadi momok yang menakutkan bagi seluruh negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa 5,5 persen dari angkatan kerja, atau sekitar 7 juta penduduk Indonesia masih belum memiliki pekerjaan. Memang, jika dilihat dari persentase, angka 5,5 persen masih tergolong kecil dibandingkan angka-angka tahun sebelumnya. Lihat saja, pada tahun 2005, angka pengangguran di Indonesia mencapai angka 11 persen.

Akan tetapi, tetap saja pengangguran masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas. Apalagi tahun depan akan ada pemilihan umum (PEMILU 2019), tentunya isu ini sedikit banyak akan digunakan oleh beberapa pihak yang ingin memenangkan pertarungan politik, terutama pihak yang sekarang berada pada pihak oposisi (seperti Partai Gerindra, PKS). Namun, sebelum melihat lebih jauh mengenai hal tersebut, ada beberapa hal perlu diketahui mengenai konsep pengangguran yang mengeluarkan angka-angka diatas.

Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia secara khusus dihitung oleh Badan Pusat Statistik melalui Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilaksanakan dua kali dalam satu tahun (semesteran). Sedangkan, konsep pengangguran yang di pakai adalah penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha baru, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja. Secara sederhana, seseorang dikatakan pengangguran apabila selama satu minggu sebelumnya tidak memiliki pekerjaan (tidak sekolah, dan dapat bekerja).

Lalu bagaimana kondisi pengangguran terbuka pada tingkat Provinsi di Indonesia?


Dari gambar diatas, dapat kita lihat bahwa provinsi Banten konsisten berada di posisi dua teratas Provinsi dengan Tingkat Pengangguran Terbuka tertinggi. Bahkan, Provinsi Banten berada pada posisi satu sejak tahun 2012 hingga 2015, baru setelah 2016, Jawa Barat berhasil mengambil alih posisi Banten sebagai pemuncak klasemen.

Selain itu, hal menarik terjadi pada Provinsi DKI Jakarta. Sejak 2012 hingga tahun 2014, Provinsi yang sekarang dipimpin oleh Anies Baswedan tersebut konsisten berada pada posisi 2. Namun, sejak tahun 2015, mereka keluar Top 5. Hal itu bertepatan dengan dimulainya era kepemimpinan Basuki Tjahaya Purnama, atau sering disebut Ahok, di Jakarta. Sebenarnya hal tersebut tak mengindikasikan bahwa Ahok  berhasil menanggulangi pengangguran di Jakarta, namun bisa jadi provinsi lain mengalami kenaikan TPT sedangkan DKI Jakarta mengalami sedikit penurunan pada TPT.

Lalu bagaimana kondisi pengangguran secara keseluruhan di Indonesia?


Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia cenderung mengalami tren menurun sejak Februari 2012 hingga Agustus 2016. Namun, yang menarik adalah angka pengangguran pada bulan Agustus hampir selalu lebih tinggi dibandingkan angka pengangguran pada bulan Februari di tahun yang sama. Tentu ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja pada bulan Februari lebih banyak dibandingkan bulan Agustus.

Namun, sepertinya hal berbeda dilihat oleh Partai Gerindra. Mengapa berbeda? Karena pada salah satu berita online yang terpercaya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono, mengatakan bahwa pengangguran di Indonesia meningkat, dikarenakan meningkatnya debt ratio dan stagnansi pertumbuhan ekonomi yang selalu berada di kisaran 5 persen

https://nasional.sindonews.com/read/1284869/12/gerindra-elektabilitas-jokowi-cenderung-menurun-1519478613

Pernyataan tersebut sebenarnya cukup menarik untuk dianalisis. Namun, tentunya pernyataan bung Ferry tersebut hanyalah untuk menjatuhkan lawan politiknya. Kita semua tahu, bahwa angka pengangguran turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, debt ratio yang dimaksud tidak jelas, karena ada dua angka yang biasa digunakan sebagai indikator utang suatu negara, yakni debt-to-gpd ratio (rasio utang terhadap PDB riil) dan debt service ratio (rasio pembayaran utang terhadap sisi penerimaan neraca berjalan). Semua indikator yang disebutkan diatas masih berada pada posisi yang cukup aman, meskipun harus terus dipantau agar tidak melewati ambang batas.

Debt to GDP Ratio Indonesia pada kuartal 3 tahun 2016 berada pada angka 35,83 persen, menurun dibandingkan kuartal sebelumnya, yang berada pada angka 37,02 persen. Sedang DSR Indonesia pada tahun 2016 (sampai kuartal 3) berada pada angka 21,74 persen, menurun dibandingkan tahun 2015 yang angkanya berada pada 22,75 persen (sumber : Bank Indonesia).

Jadi ada dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari penjabaran diatas :

  1. Pengangguran di Indonesia mengalami penurunan, baik dari sisi persentase maupun dari sisi jumlah. Hal ini menjadi indikasi yang baik untuk perekonomian Indonesia, terutama disaat perekonomian global yang sedang merosot.
  2. Meskipun berdasarkan data pengangguran menurun, namun menurut Wakil Ketua Umum Gerindra, pengangguran cenderung meningkat, hal tersebut disebabkan stagnansi pertumbuhan ekonomi, dan meningkatnya debt ratio Indonesia.

0 comments:

Posting Komentar